Surat Legiman Tak Kunjung Direspons, Wilson Lalengke Desak Kakanwil HAM Sumut Dicopot!
Jayantara-News.com, Medan
Suara rakyat kembali menggema dari sudut Sumatera Utara. Legiman Pranata, seorang warga Medan, meluapkan kekecewaannya setelah surat permohonan keadilan hukum yang ia kirimkan kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil HAM) Sumatera Utara sejak 8 Juli 2025, tak kunjung mendapatkan tanggapan.
Surat tersebut ditujukan langsung kepada Kepala Kanwil HAM Sumut, Ignatius Tua Mangantar Silalahi, S.H., M.H., yang memuat permohonan perlindungan hukum atas dugaan ketidakadilan dalam proses penyelidikan kasus yang ia laporkan ke Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam suratnya, Legiman mengisahkan perjuangannya selama lebih dari empat tahun memperjuangkan hak atas dugaan manipulasi data kependudukan yang diduga menyeret nama anggota DPR RI, Sihar Sitorus. Ia mengaku berjuang seorang diri tanpa bantuan kuasa hukum karena keterbatasan biaya dan kondisi sosial ekonomi.
> “Saya sudah lelah berkeliling dari satu kantor ke kantor lain hanya untuk mencari keadilan. Surat saya ke Kanwil HAM Sumut itu harapan terakhir saya sebagai rakyat kecil,” ungkap Legiman saat berkomunikasi dengan Ketua Umum PPWI, Selasa (22/7/2025).
Dalam surat tersebut, Legiman merinci kronologi aduannya yang dimulai sejak April 2021. Ia telah melaporkan perkara ini ke Ditreskrimum dan Ditreskrimsus Polda Sumut, serta mengajukan klarifikasi ke Irwasda. Ia juga melampirkan bukti-bukti, termasuk SP2HP, SP3D, dan rekaman komunikasi dengan penyidik. Namun, hingga surat dikirim ke Kanwil HAM, ia menilai penanganan kasusnya masih “jalan di tempat”.
Ironisnya, hingga berita ini diterbitkan, belum ada satu pun tanggapan resmi dari Kanwil HAM Sumut. Saat dikonfirmasi, pihak Kanwil belum memberikan pernyataan terkait isi dan tindak lanjut atas surat Legiman.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., menilai bahwa sikap diam lembaga negara terhadap keluhan masyarakat mencerminkan lemahnya sistem perlindungan hukum bagi kelompok rentan.
> “Jika benar Kanwil HAM belum membalas surat warga yang dikirim sejak dua minggu lalu, ini mencerminkan buruknya mekanisme respons pejabat publik. Padahal, surat itu menyangkut hak asasi manusia dan keadilan hukum,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, Rabu (23/7/2025).
Lalengke mendesak agar Kanwil HAM Sumut segera memproses dan menindaklanjuti surat Legiman sebagai bentuk konkret kehadiran negara dalam melindungi warganya.
> “Kalau Kakanwil tidak mampu bekerja untuk rakyat dan memperjuangkan HAM warga negara, sebaiknya mundur atau dicopot dari jabatannya,” tandas tokoh pers nasional yang dikenal vokal membela warga tertindas ini.
Sementara itu, Legiman masih menggantungkan harapan. Ia bahkan telah mengirimkan tembusan suratnya kepada Menteri Hukum dan HAM, Natalius Pigai, di Jakarta, agar pusat turut memberi perhatian atas nasibnya.
> “Yang saya perjuangkan bukan uang, tapi hak saya sebagai warga negara. Saya hanya ingin keadilan berjalan tanpa tebang pilih,” ujar Legiman, dengan suara lirih penuh harap.
Tak hanya ke Kanwil HAM, Legiman juga telah kembali melaporkan kasus ini secara resmi ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut. Berdasarkan SP2HP tertanggal 3 Juli 2025, penyidik menyatakan sedang menyelidiki dugaan tindak pidana administrasi kependudukan yang melibatkan nama Sihar P. H. Sitorus, terduga pemilik KTP ganda yang disebut telah mencaplok tanah milik Legiman Pranata.
Namun, hingga terbitnya SP2HP kedua, menurut Legiman, belum ada perkembangan berarti. Yang ia terima hanyalah surat demi surat, tanpa langkah konkret yang memberikan kepastian hukum.
> “Sudah beberapa SP2HP, ada juga SP3D, tapi tidak ada tindakan tegas dari aparat. Saya tidak tahu harus berharap ke mana lagi. Rasanya seperti dipermainkan oleh proses hukum itu sendiri,” katanya sambil menunjukkan berkas-berkas dalam map biru lusuh yang ia simpan dengan hati-hati.
Legiman mengaku pernah dipanggil wawancara oleh penyidik, tetapi hasilnya tetap nihil. Bahkan, ketika ia mengirimkan surat ke Irwasda Polda Sumut pada 22 Mei 2025, surat tersebut hanya dibalas secara administratif tanpa ada langkah substantif atas laporannya.
Catatan Redaksi:
Kasus Legiman Pranata menggambarkan realitas pahit tentang sulitnya akses terhadap keadilan bagi warga kecil. Ketika lembaga-lembaga negara yang seharusnya menjadi benteng perlindungan justru abai dan bungkam, haruskah rakyat terus berteriak dalam kesunyian? (Tim/Red)