Dua Korporasi Raksasa Diduga Lakukan Tindak Pidana Kejahatan Tenaga Kerja: BPJS Tak Dibayar, Hukum Diam!
Jayantara-News.com, Jakarta
Dunia ketenagakerjaan kembali tercoreng oleh praktik biadab yang merampas hak-hak dasar pekerja. Dua perusahaan besar, PT Andalas Bahtera Baruna dan PT Asuransi Sinar Mas, dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan tindak pidana kejahatan ketenagakerjaan dengan tidak membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan selama bertahun-tahun.
Perbuatan ini diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, khususnya Pasal 55 Jo. Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Daniel Minggu: Sang “Ayam Jantan dari Timur” Lawan Korporasi!
Advokat senior Daniel Minggu, S.H., yang dikenal luas sebagai “Ayam Jantan dari Timur”, melaporkan dua perusahaan tersebut melalui dua Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STTLP), yaitu:
STTLP/B/5002/VII/2025, dan STTLP/B/5191/VII/2025, dengan tuduhan tidak memberikan jaminan sosial BPJS kepada para pekerja yang telah bekerja selama bertahun-tahun.
PT Andalas Bahtera Baruna Diduga Tak Bayar Iuran kepada BPJS: Alasan “Pekerja/Pelaut sudah di Asuransikan include dengan Kapal dan muatan Kapal” Dipakai Cuci Tangan
Laporan pertama menargetkan Direktur Utama PT Andalas Bahtera Baruna, yang berkantor di Roa Malaka, Tambora, Jakarta Barat.
Dalam laporan tertanggal 18 Juli 2025, Daniel Minggu menyatakan bahwa kliennya, yang menjabat sebagai Chief Engineer (C/E), telah dipekerjakan di atas kapal MV Camilla sejak 10 Januari 2020 hingga Juli 2020 sesuai PKL Perjanjian Kerja Laut.
Namun selama masa kerja tersebut, korban tidak diberikan BPJS, padahal kapal tersebut milik Haneco W. Lauwensi, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan.
Ironisnya, perusahaan berdalih bahwa korban sudah dijamin include menyatu asuransi kapal dan muatan kapal. Padahal, jaminan tersebut tidak dapat menggantikan kewajiban negara terhadap pekerja, sebagaimana ditegaskan dalam UU BPJS.
PT Asuransi Sinar Mas Diduga Manfaatkan Status “Trainee” untuk Hindari BPJS
Laporan kedua yang diajukan pada 24 Juli 2025 justru lebih mengejutkan. Howen Widjaja, Direktur Utama PT Asuransi Sinar Mas, salah satu perusahaan asuransi terkemuka di Indonesia, dilaporkan atas dugaan pengelabuan status karyawan sebagai “karyawan trainee” yang bertentangan dengan UU Cipta Kerja Jo. UU Ketenagakerjaan demi menghindari pembayaran BPJS.
Berdasarkan Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) No. 229/Ref/ASM/VI/2023, korban diketahui telah bekerja sejak 1 Maret 2020 hingga 7 Juni 2023 (selama 3 tahun 3 bulan), namun selama itu tidak pernah didaftarkan dalam program BPJS.
“Dalih trainee adalah bentuk pembodohan struktural terhadap pekerja. Tidak ada pengecualian dalam UU BPJS untuk membebaskan perusahaan dari kewajiban membayar jaminan sosial!” tegas Daniel.
Potret Buram Pengawasan dan Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas?
Kedua laporan ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan besar yang dengan terang-terangan mengabaikan hak pekerja.
Pasal 55 Jo. Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) UU BPJS serta Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP bukan sekadar aturan administratif, tetapi jaminan konstitusional bagi keberlangsungan hidup pekerja dan keluarganya, serta menjamin keberlangsungan masyarakat miskin tidak mampu agar secara gratis tanpa bayar satu sen pun dapat berobat ke puskesmas bahkan ke rumah sakit pemerintah dan swasta.
“Hukum jangan hanya menjadi lampu sein ke kanan belok kiri! Ini bukan pelanggaran ringan. Ini pengkhianatan terhadap amanah konstitusi!” kecam Daniel Minggu.
Kerugian Negara Bisa Tembus Ratusan Triliun!
Jika perusahaan besar saja berani tidak membayar iuran BPJS, berapa banyak perusahaan lain yang melakukan hal serupa?
Data dari Carmelita Hartoto, Ketua Umum INSA, menunjukkan jumlah perusahaan pelayaran meningkat dari 3.266 pada 2015 menjadi 4.059 perusahaan pada 2019. Jika satu perusahaan saja diduga tidak membayar iuran senilai Rp71 miliar, maka total potensi kerugian negara bisa mencapai:
> 4.059 x Rp71 miliar = Rp288 triliun!
Fantastis dan memalukan!
BPJS Ketenagakerjaan dan Wapres Gibran Dikritik Keras!
Daniel juga melontarkan kritik keras kepada BPJS Ketenagakerjaan, khususnya terhadap Direktur Utama BPJS, Eko Anggoro Cahyo, yang dinilai tidak professional, tidak proporsional, dan tidak prosedural dalam penanganan pengaduan. Bagaimana mungkin Petugas Wasrik dapat melakukan tugas dan wewenang-nya sesuai perintah UU BPJS, jika petugas warsik tidak pernah ditraining dilatih diajari cara membuat BAP Pemeriksaan Pelanggaran Tindak Pidana Kejahatan BPJS, seperti contoh: Pengawas dan PPNS di Kemenaker atau Disnaker provinsi atau disnaker Kab/Kota.
Kekecewaan juga diarahkan kepada Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, atas program “Lapor Mas Wapres” yang dinilai tidak responsif terhadap laporan pelanggaran hak tenaga kerja. Daniel mengaku telah dua kali menyurati Wakil Preside RI lewat Sekretariat Wapres dan berkali-kali mendatangi kantor di Jalan Kebon Sirih Jakarta itu, namun tidak ada solusi maupun tanggapan yang berarti.
Saatnya Negara Tunjukkan Taring:
Jangan Takut Korporasi!
Negara, melalui aparat penegak hukum dan lembaga pengawas seperti Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), harus berpihak pada pekerja, bukan tunduk kepada tekanan korporasi.
> “Jika hukum terus tumpul ke atas dan tajam ke bawah, maka kehancuran sistem keadilan hanya tinggal menunggu waktu!” pungkas Daniel. (Goes)