Eksekusi Terpidana Silvester Matutina Mangkrak Enam Tahun, Integritas Kejari Jaksel Dipertanyakan
Jayantara-News.com, Jakarta
Penegakan hukum di Indonesia kembali menjadi sorotan tajam publik. Terpidana Silvester Matutina, yang seharusnya menjalani eksekusi hukuman sejak enam tahun lalu, hingga kini belum juga dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan. Kondisi ini memicu dugaan kuat adanya intervensi dan kekuatan besar yang mempengaruhi proses hukum.
Pengamat publik sekaligus alumni PPRA-48 Lemhannas RI, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., mengungkapkan kekhawatirannya terkait penundaan tersebut. Tokoh pers nasional ini menduga adanya keterlibatan pihak tertentu yang memiliki pengaruh politik dalam kasus ini.
“Kalau memang benar ada intervensi, ini bukan hanya pelanggaran moral dan hukum, tetapi juga pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab,” ujar Wilson Lalengke, Selasa (12/8/2025).
Wilson mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengambil alih, memeriksa Kajari dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara, serta mengeksekusi putusan terhadap Silvester Matutina tanpa kompromi.
“Tidak boleh ada orang yang kebal hukum di negara yang mengaku sebagai negara hukum ini,” tegasnya.
Kasus mangkirnya Silvester Matutina untuk menjalani hukuman 1,5 tahun penjara ini juga telah menuai keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk mantan Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD, yang secara terbuka mendesak Kejaksaan agar segera mengeksekusi putusan tersebut.
Putusan hukum terhadap pendukung utama mantan Presiden Joko Widodo ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), namun hingga kini belum dilaksanakan. Tidak ada penjelasan resmi dan transparan dari Kejari Jakarta Selatan terkait alasan penundaan tersebut.
Sejumlah kabar yang beredar menyebutkan, Silvester Matutina memiliki kedekatan dengan lingkaran politik tertentu, termasuk pihak yang dikaitkan dengan organisasi relawan Projo. Hal ini memunculkan dugaan bahwa Kejaksaan telah terpengaruh kepentingan politik dan/atau materi dalam penanganan kasus ini.
Wilson Lalengke menegaskan, jika benar ada aliran dana atau bentuk gratifikasi lain kepada aparat kejaksaan, maka kasus ini adalah potret nyata praktik hukum tebang pilih dan persekongkolan di tubuh institusi penegak hukum.
“Publik berhak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jika Kejagung diam, berarti mereka ikut terlibat dalam skandal ini,” ujarnya, seraya menilai bahwa Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) seharusnya mundur bila terbukti lalai menjalankan fungsi pengawasan.
Menurut Wilson, kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas Kejaksaan. Apabila Kejagung gagal menindak, bukan hanya kredibilitas institusi yang runtuh, tetapi kepercayaan rakyat terhadap prinsip negara hukum akan semakin terkikis.
“Jika benar ada pihak yang melindungi Silvester, skandal ini akan menjadi tamparan keras bagi integritas kejaksaan dan menambah panjang daftar dugaan praktik hukum tebang pilih di Indonesia,” pungkasnya.
Publik kini menanti pembuktian: Apakah hukum akan ditegakkan untuk semua orang, atau tetap hanya tajam kepada rakyat kecil yang tidak memiliki kekuasaan dan uang. (Tim/Red)