Topeng Kebesaran Bangsa Mulai Retak: Pantaskah Indonesia Diaudit Dunia?
Oleh: Agus Chepy Kurniadi
Jayantara-News.com – Nasional
Indonesia selalu dipuji sebagai negeri kaya raya, tanahnya subur, lautnya luas, dan kekayaan alamnya melimpah. Namun di balik narasi indah itu, ada realitas getir: rakyat masih bergelut dengan ketidakadilan, sementara korupsi terus berulang meski jargon pemberantasan digaungkan puluhan tahun.
Setiap rezim datang dengan janji perubahan, namun publik makin terbiasa melihat kasus hukum yang tajam ke bawah, tumpul ke atas. Rakyat kecil ditindak tegas, sementara aktor besar sering kali lolos dengan berbagai alasan. Lantas, pertanyaan sederhana muncul: benarkah bangsa ini mampu bersih dari dalam dirinya sendiri?
Jika perusahaan bisa diaudit oleh akuntan publik, mengapa sebuah negara tidak bisa diaudit oleh lembaga independen dunia? Pertanyaan satir ini kini bergulir di tengah masyarakat. Banyak yang menyindir, mungkinkah Indonesia perlu diperiksa oleh tim auditor internasional semacam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar kebusukan yang tersembunyi di balik kemewahan kursi kekuasaan bisa benar-benar terungkap?
Sejumlah aktivis dan pengamat juga menilai, problem negeri ini bukan hanya pada lemahnya sistem, tetapi pada budaya kompromi dan pembiaran yang sudah mengakar. Korupsi berjamaah, oligarki yang kian mencengkeram, serta hukum yang bisa “dipesan” membuat rakyat makin skeptis.
“Kalau Indonesia tidak bisa membersihkan dirinya sendiri, mungkin dunia perlu ikut campur. Audit PBB bukan untuk mempermalukan, tapi untuk menyelamatkan,” begitu bunyi komentar pedas yang ramai diperbincangkan warganet.
Sebab bangsa ini tidak hanya sedang menghadapi persoalan ekonomi, politik, atau hukum, tetapi juga krisis kepercayaan. Rakyat sudah terlalu sering mendengar janji, sementara realitas di lapangan tetap sama: sulitnya mencari keadilan, ketidakpastian hidup, hingga ironi pembangunan yang tak menyentuh akar persoalan.
Indonesia memang tidak kekurangan sumber daya. Yang kurang adalah keberanian untuk jujur, terbuka, dan bersih. Maka wajar jika muncul sindiran: kalau tidak bisa berbenah, biarlah dunia yang memegang cermin, agar Indonesia bisa melihat wajahnya sendiri tanpa topeng.
Kini, bangsa ini ditantang untuk membuktikan: apakah masih mampu menjaga marwah sebagai negara besar yang berdaulat, atau justru rela dipertontonkan dunia sebagai negeri yang gagal mengurus dirinya sendiri. Indonesia tidak butuh lagi slogan kosong, melainkan revolusi mental yang nyata, tegas, dan berani menyapu bersih segala bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. (ACK)