Polda Metro Jaya Diduga Jadi Markas Mafia Hukum: Faisal Dikriminalisasi dengan 6 LP Palsu, Minta Perlindungan ke Mabes Polri
Jayantara-News.com, Jakarta
Seorang warga Jakarta kelahiran Aceh, Faisal bin Hartono, yang tengah berseteru dengan rekan bisnisnya, Fadh El Fous bin A. Rafiq alias Fadh A. Rafiq, akhirnya mengadukan nasibnya ke Mabes Polri. Pasalnya, pengusaha di bidang pertambangan itu diduga kuat dikriminalisasi melalui pembuatan enam Laporan Polisi (LP) palsu di Polda Metro Jaya.
Ironisnya, enam LP tersebut hanya berisi dua macam tuduhan, yakni penipuan/penggelapan dan kekerasan seksual. Tiga LP terkait penipuan/penggelapan, sementara tiga lainnya terkait kekerasan seksual. Para pelapor dan korban disebut-sebut merupakan orang-orang dalam lingkaran oknum Ketua DPP Barisan Pemuda Rakyat (Bapera), Fadh A. Rafiq.
Salah satu contohnya, Yosita Theresia Manangka mewakili korban bernama Irwan Samudra, melaporkan Faisal dengan tuduhan pemerasan, penipuan, dan penggelapan. Laporan tersebut diterima Polda Metro Jaya dengan LP/B/1638/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 7 Maret 2025. Namun dalam proses penyelidikan, laporan itu ternyata tidak terbukti alias palsu.
Belakangan, oknum penyidik yang menangani laporan tersebut bahkan menjalani sidang kode etik dan dinyatakan bersalah. Berdasarkan pemeriksaan Propam Polda Metro Jaya, penyidik bernama Kompol Anggi Fauzi Arfandi Hasibuan, S.H., selaku Kanit yang memproses laporan Yosita, diketahui menerima uang suap sebesar Rp200 juta dari Yosita serta tambahan Rp100 juta dari Fadh A. Rafiq.
Tidak berhenti di situ, Yosita juga melaporkan Faisal dengan tuduhan kekerasan seksual terhadap dirinya sendiri. Laporan tersebut tercatat dalam LP/2033/III/2025/SPKT/Ditreskrimum/Polda Metro Jaya, tertanggal 21 Maret 2025. Hingga kini, laporan itu belum diproses lebih lanjut. Sumber internal menduga, prosesnya menunggu “setoran” tambahan dari Yosita maupun Fadh A. Rafiq.
Kasus serupa juga terlihat dalam laporan lain, yakni LP/B/2300/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 8 April 2025. Dalam laporan itu, Fadh A. Rafiq menggunakan rekannya, Rully Indah Sari, seorang kader Partai Golkar, sebagai pelapor dengan tuduhan kekerasan seksual. Anehnya, peristiwa yang diklaim terjadi pada 30 Oktober 2022 baru dilaporkan setelah tiga tahun berlalu.
Melihat dugaan kriminalisasi ini, Faisal melalui kuasa hukumnya, Dr. Abdul Gofur, S.H., M.H., dkk., mengajukan surat permohonan perlindungan hukum ke Mabes Polri. Surat setebal tujuh halaman itu ditujukan kepada Irwasum Polri dan menjelaskan adanya dugaan proses hukum janggal, tidak profesional, serta melanggar aturan penyidikan.
“Proses pemeriksaan laporan polisi terhadap klien kami, Bapak Faisal, telah mengesampingkan prosedur hukum dan bertentangan dengan amanat peraturan yang berlaku. Hal ini jelas bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 junto Pasal 14 ayat (1) Perkapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana,” ungkap Abdul Gofur kepada media ini.
Terkait laporan Rully Indah Sari, tim kuasa hukum menyebutkan adanya sejumlah bukti alibi yang menunjukkan tuduhan itu tidak masuk akal:
1. Tanggal 30 Oktober 2022 adalah hari Minggu, sementara kantor Visitama, lokasi yang disebut sebagai tempat kejadian, dalam keadaan tutup.
2. Pada hari dan tanggal yang sama, Faisal berada di rumah saudaranya untuk menghadiri acara ulang tahun keluarga.
3. Saksi pelapor, Fadh A. Rafiq, pada tanggal tersebut sedang berada di Pekanbaru menghadiri pelantikan pengurus Bapera Riau.
“Ini adalah fitnah keji yang sangat luar biasa. Kami siap membuktikan dalam gelar perkara khusus agar fakta yang sebenarnya terungkap secara adil dan berimbang,” tegas Abdul Gofur.
Kasus ini memicu keprihatinan dari berbagai pihak. Alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., menilai institusi Polri kini tengah menghadapi krisis integritas.
“Sangat miris melihat Polri kita sekarang. Di mana-mana kewenangan hukum digunakan untuk mengkriminalisasi warga, demi kepentingan pihak tertentu, demi cuan, dan demi jabatan. Orang benar bisa dibuat seolah bersalah, sementara yang salah dibela mati-matian,” kritik Wilson yang juga lulusan pascasarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University, Belanda, serta Linkoping University, Swedia.
Wilson mendesak Kapolri untuk segera melakukan bersih-bersih di tubuh Polri. “Oknum aparat yang otak dan jiwanya sudah rusak, sebaiknya segera ditindak tegas. Jika perlu, dibinasakan agar institusi Polri kembali dipercaya rakyat,” tandasnya. (APL/Red)
Catatan Redaksi: Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: jayantaraperkasa@gmail.com. Terima kasih.