Analisis DMK: Mitigasi Gempa Sosial Harus Taktis, Kerusuhan Jangan Sampai Chaostik
Oleh: Ir. Dony Mulyana Kurnia (DMK), Ketua Umum DPP Barisan Islam Moderat (BIMA), Aktivis 98 ITB
Jayantara-News.com, Bandung
Kerusuhan yang terjadi saat ini sejatinya merupakan ujian berat bagi pemerintahan Presiden Prabowo dalam tahun pertama kepemimpinannya.
Sebagai refleksi, penulis menyampaikan 13 (tiga belas) poin konseptual strategis pemikiran yang bersifat praktis dan taktis. Diharapkan poin-poin ini dapat menjadi stimulus bagi seluruh bangsa Indonesia dalam mencari solusi penyelesaian konflik, agar kerusuhan tidak berkembang menjadi ledakan chaotik hanya karena ketidakmampuan kolektif membaca situasi dengan benar.
Berikut 13 analisis yang disampaikan:
1. Masalah ekonomi dan kesenjangan akut menimbulkan kecemburuan serta persoalan sosial.
2. Kecemburuan sosial yang dipicu faktor ekonomi memantik terjadinya unjuk rasa.
3. Unjuk rasa rentan ditunggangi kepentingan politik.
4. Provokasi dalam aksi unjuk rasa berpotensi menimbulkan martir (korban) yang kemudian menjadi pemicu ledakan sosial.
5. Massa yang tidak terkendali dapat berubah menjadi beringas, inilah yang disebut “gempa sosial.”
6. Pada banyak titik kerusuhan, massa sering kali kehilangan fokus tuntutan, yang tersisa hanyalah amarah, penjarahan, dan pembakaran.
7. Gempa sosial saat ini masih berada pada skala 2–3 “Richter Sosial.”
8. Mitigasi segera diperlukan dengan tindakan tegas dan terukur oleh Presiden bersama jajaran eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Aparat keamanan juga harus mengoptimalkan strategi: TNI ditempatkan di lapis pertama pengamanan, sementara Polri di lapis kedua, agar tidak menjadi pemicu emosi massa. BIN perlu bekerja ekstra menganalisis pihak-pihak yang menunggangi kerusuhan demi kepentingan pribadi.
9. Jangan sampai gempa sosial meluas hingga mencapai skala 7–8 yang chaotik. Kondisi itu sangat merugikan bangsa, sebagaimana pernah terjadi pada 1998. Meski saat itu ada solusi reformasi, tetapi Indonesia tetap berada di ambang kehancuran.
10. Tidak ada negara yang bisa maju di tengah konflik. Keamanan adalah prasyarat utama menuju kesejahteraan, keadilan, dan kemajuan.
11. Seluruh anak bangsa harus memahami kerusuhan sebagai persoalan bersama yang perlu diatasi dengan kesadaran kolektif.
12. Islam mengajarkan zakat, infak, dan sedekah; sementara Pancasila menekankan keadilan sosial. Konsep ini adalah kewajiban sosial yang semestinya dikelola negara agar bisa mengurangi kecemburuan sosial. Ironisnya, ketika mayoritas rakyat hidup dalam kesusahan, justru muncul euforia DPR menaikkan gaji yang dianggap tidak mencerminkan kepekaan sosial. Seharusnya wakil rakyat kembali kepada pengabdian sejati.
13. Refleksi kesadaran sosial inilah yang menjadi solusi pasca-mitigasi gempa sosial. Presiden dan jajaran diharapkan mampu mengendalikan situasi, sehingga bangsa kembali aman dan terkendali.
“Pada akhirnya, kita semua berdoa agar Presiden dan jajaran diberi kekuatan untuk mengatasi kerusuhan yang terjadi, sehingga Indonesia tetap utuh dan damai. Aamiin,” pungkas DMK. (Red)