Rekayasa Hukum di PN Bandung: Erna Dijadikan Tumbal, Dalangnya Masih Berkeliaran!
Jayantara-News.com, Bandung
Sidang dugaan korupsi mantan Kepala Puskesmas Plered, R. Erna Siti Nurjanah, kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Bandung, Rabu (19/03/2025) pukul 13.00 WIB. Namun, semakin banyak kejanggalan yang mencuat. Rekayasa hukum? Kriminalisasi? Siapa dalang di balik kasus ini?
Rereongan Itu Urunan, Bukan Korupsi!
Dalam sidang kelima ini, kuasa hukum Erna, Dr. Elya Kusuma Dewi, S.H., M.H., menghadirkan saksi-saksi yang semakin menegaskan bahwa rereongan—sumbangan sukarela dari pegawai untuk membayar tenaga sukarelawan (sukwan)—bukanlah potongan dana jaspel BPJS, melainkan kesepakatan bersama.
Baca berita sebelumnya:
– Modus Rekayasa Hukum Terungkap! Niat Baik Eks Ka Puskesmas Plered Dijadikan Kasus Korupsi
Saksi pertama mengungkap bahwa kasus ini bermula dari laporan sebuah LSM yang mempertanyakan keberadaan seorang dokter di Puskesmas Plered yang kerap datang siang atau bahkan bolos kerja tanpa sanksi dari Dinas Kesehatan. Akibatnya, Dinas memerintahkan Erna untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Saksi kedua menegaskan bahwa rereongan bukanlah pemotongan dari jaspel BPJS. “Itu murni urunan sukarela! Tidak ada paksaan, dan yang tidak ikut rereongan pun tidak dikenai sanksi,” tegasnya.
Rugikan Negara? Justru Erna yang Terbebani!
Kuasa hukum Erna menegaskan bahwa rereongan tidak merugikan keuangan negara karena berasal dari uang pribadi pegawai. “Bu Erna tidak memperkaya diri sendiri! Justru ketika kasus ini mencuat, beliau yang bertanggung jawab mengembalikan uang rereongan ke rekening pegawai, meskipun uang itu sudah digunakan untuk membayar honor sukwan.”
Lebih mengejutkan lagi, pengembalian itu bukan berasal dari rereongan, melainkan dari pinjaman pribadi Erna kepada keluarganya. Jadi, siapa sebenarnya yang dirugikan?!
Kesaksian Berubah? Saksi-Saksi Diduga Dikondisikan!
Keanehan makin menjadi. Saksi yang sebelumnya mengakui rereongan sebagai hasil musyawarah tiba-tiba berubah sikap di persidangan. Ada yang mendadak lupa gajinya sendiri, ada yang tiba-tiba tidak tahu-menahu soal rereongan.
“Kalau rereongan dianggap korupsi, lalu bagaimana dengan puskesmas dan instansi lain yang melakukan hal serupa? Kenapa hanya Bu Erna yang dikorbankan?” cetus Elya geram.
Jika Rereongan Korupsi, Gubernur Juga Harus Diperiksa?!
Praktik rereongan bukan hal baru. Bahkan, Gubernur Jawa Barat sendiri baru-baru ini mengajak rereongan untuk membantu korban banjir.
“Apakah itu juga korupsi?” sindir Elya, menyoroti ketidakjelasan hukum dalam kasus ini.
Pengamat: “Erna Ditumbalkan! Dalangnya Harus Diusut!”
Pengamat kebijakan publik, Agus Chepy Kurniadi, menilai ada indikasi rekayasa hukum dalam perkara ini.
“Kalau rereongan dipaksakan sebagai korupsi, ini bukan lagi soal hukum, tapi soal siapa yang dijadikan tumbal. Jelas, Bu Erna sedang ditumbalkan. Dalang di balik rekayasa ini harus diusut!” tegasnya.
Serangan Balik: Saksi Palsu dan Pelapor Bisa Dipidana!
Melihat kejanggalan demi kejanggalan, tim kuasa hukum mempertimbangkan langkah hukum balik terhadap pihak-pihak yang diduga merekayasa kasus ini:
✅ Saksi yang memberikan keterangan palsu (Pasal 242 KUHP)
✅ Pelapor yang membuat laporan palsu (Pasal 317 KUHP)
✅ Gugatan pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP)
“Kami tidak akan tinggal diam! Jika ini kriminalisasi, maka mereka yang merekayasa kasus ini harus bertanggung jawab!” ujar Elya dengan nada tinggi.
Hukum Tajam ke Bawah? Publik Menanti Keadilan!
Kasus ini telah menjadi sorotan publik. Jika rereongan yang dilakukan secara sukarela dianggap korupsi, maka hukum benar-benar sedang diuji.
Apakah ini benar-benar penegakan hukum yang adil? Atau hanya skenario untuk menjatuhkan seseorang?
Sidang berikutnya akan digelar Senin, 26 Maret 2025 di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Bandung.
Publik menanti jawabannya: Keadilan atau Konspirasi?! (Darwin)