Sidang ke-6 di PN Tipikor Bandung; Jaksa dan Saksi Ahli Gagal Buktikan Kerugian Negara, Tapi Erna Tetap Dikriminalisasi
Jayantara-News.com, Bandung
Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi eks Kepala Puskesmas Plered, R. Erna Siti Nurjanah, kembali digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Bandung, Senin (24/03/2025). Jaksa menghadirkan dua saksi ahli, ahli pembendaharaan keuangan negara dan ahli pidana korupsi, yang justru makin memperlihatkan keganjilan dalam kasus ini.
Rereongan Jadi Korupsi? Mindset Jaksa Dipertanyakan!
Dalam sidang ini, saksi ahli keuangan negara menyatakan bahwa rereongan bukan sumbangan kemanusiaan, melainkan bentuk pemotongan gaji yang dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang. Namun, pernyataan ini langsung dipatahkan oleh kuasa hukum Erna, Dr. Elya Kusuma Dewi, S.H., M.H., CLA.
“Jika uang gaji sudah masuk ke rekening pegawai, itu sudah menjadi hak mereka! Uang yang mereka sumbangkan secara sukarela kepada sukarelawan bukan pemotongan, bukan korupsi!” tegas Elya.
Baca berita sebelumnya:
– Modus Rekayasa Hukum Terungkap! Niat Baik Eks Ka Puskesmas Plered Dijadikan Kasus Korupsi
– Rekayasa Hukum di PN Bandung: Erna Dijadikan Tumbal, Dalangnya Masih Berkeliaran!
Ia menegaskan bahwa rereongan dilakukan atas dasar kesepakatan bersama dan tidak ada unsur pemaksaan. Bahkan, uang rereongan telah dikembalikan ke pegawai dengan total lebih besar dari yang dikumpulkan—ada kelebihan Rp50 juta yang sudah disetorkan ke kas negara.
“Lalu, di mana letak kerugian negara?! Jika ini korupsi, mana audit BPK yang membuktikannya?” sambungnya.
Elya menyoroti ketidakadilan dalam penanganan kasus ini. Ia menunjukkan fakta bahwa rereongan atau iuran juga terjadi di instansi lain, termasuk di Pengadilan Negeri Bandung yang melakukan urunan untuk turnamen tenis MA Cup 2021.
“Mengapa hanya Bu Erna yang dikriminalisasi? Kenapa rereongan di Puskesmas jadi masalah, sementara iuran di instansi lain tidak? Kalau ini dianggap korupsi, semua harus diusut tuntas!” seru Elya dengan nada tajam.
Dalang Kriminalisasi Erna Harus Diungkap!
Pengamat kebijakan publik, Agus Chepy Kurniadi, menilai kasus ini sarat rekayasa.
“Bu Erna bukan memperkaya diri sendiri, malah terbebani. Ini bukan penegakan hukum, ini pembunuhan karakter!” katanya.
Kasus ini bermula dari laporan LSM yang justru tidak fokus pada rereongan, melainkan soal seorang dokter yang sering bolos kerja. Namun, alih-alih menyelidiki kelalaian dokter tersebut, justru Erna yang dijadikan tersangka.
“Siapa dalang di balik kriminalisasi ini? Kalau rereongan dianggap korupsi, lalu bagaimana dengan kebijakan rereongan yang dianjurkan pemerintah untuk kepentingan sosial? Jangan-jangan ini hanya akal-akalan untuk menumbalkan seseorang!”
Sidang akan kembali digelar pada 26 Maret 2025. Publik menanti jawaban: Apakah ini benar-benar keadilan, atau hanya skenario rekayasa hukum yang kejam?! (Darwin)