Tanah Warisan Dirampas 40 Tahun, LBH Ratu Adil Bandung Seret Pejabat Bandung Barat ke Pengadilan!
Jayantara-News.com, Bandung Barat
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Bandung Barat, serta Bupati Bandung Barat beserta jajaran di Kecamatan Lembang dan Desa Cibogo, dikabarkan bakal digugat secara resmi oleh LBH Ratu Adil Bandung. Gugatan ini menyangkut penguasaan tanpa hak atas tanah warisan seluas 26 hektar di Blok Sukarandeg, Margahayu, Kecamatan Lembang, yang dikelola untuk kepentingan pertanian hortikultura sejak dekade 1980-an.
Kepada media, kuasa hukum penggugat, Toti Risna KS, SH., MH., dan Drs. Ganjar P. Somantri, SH., membenarkan bahwa pihaknya telah mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum ke Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung. Gugatan itu diajukan atas nama Mamat, salah satu ahli waris almarhum Mana Soetji, pemilik sah tanah tersebut.
Dalam surat gugatan yang dilayangkan, disebutkan bahwa pihak tergugat, yakni Kepala Dinas Pertanian (Tergugat I) dan Bupati beserta jajaran pemerintah Kecamatan dan Desa (Tergugat II), diduga telah secara sepihak dan tanpa dasar hukum menguasai dan mengelola tanah tersebut selama lebih dari 40 tahun tanpa memberikan kompensasi atau ganti rugi sepeser pun kepada ahli waris.
“Sudah terlalu lama mereka keenakan menguasai tanah rakyat ini. Semua upaya musyawarah telah kami tempuh, namun selalu ditolak mentah-mentah. Maka, jalur hukum adalah jalan terakhir untuk menuntut hak yang sah,” tegas Toti Risna.
Dalam petitum gugatan, penggugat menuntut agar penguasaan tanah oleh pihak tergugat dinyatakan cacat hukum dan batal demi hukum. Penggugat juga menuntut ganti rugi senilai Rp2,34 triliun, dihitung dari nilai lahan saat ini sebesar Rp10 juta per meter persegi untuk 26 hektar, ditambah ganti rugi immaterial sebesar Rp50 miliar, serta denda keterlambatan Rp20 juta per hari apabila putusan tidak segera dijalankan.
Selain itu, penggugat juga meminta agar seluruh dokumen dan akta kepemilikan yang dikeluarkan oleh Tergugat I maupun II atas tanah tersebut dinyatakan tidak sah dan harus dibatalkan.
“Ini soal keadilan, bukan hanya bagi klien kami, tapi juga bagi rakyat kecil yang lahannya dirampas oleh kekuasaan,” tambah Ganjar P. Somantri.
Kasus ini pun berpotensi membuka kembali berbagai praktik penguasaan lahan tanpa hak yang kerap terjadi di kawasan Lembang dan sekitarnya. Masyarakat diminta untuk mengikuti jalannya proses hukum ini dengan seksama, karena bisa menjadi preseden penting bagi perjuangan hak tanah di wilayah agraris lainnya. (Tim/Red)