Aset Desa Cihanjuang Digasak! 24 Tahun Putusan Tak Dijalankan: Bupati & BPN Diminta Bangun dari Tidur Panjang
Jayantara-News.com, Bandung Barat
Sudah 24 tahun berlalu sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah) pada 2001, namun tanah carik seluas hampir 5 hektare milik Desa Cihanjuang, Kabupaten Bandung Barat, hingga kini belum juga dieksekusi. Pemerintah Desa Cihanjuang dan warga menuding Pemkab lamban dan mendesak Bupati segera bertindak agar hak desa tidak terus dirampas oleh pihak-pihak yang diduga memanfaatkan kekosongan hukum.
Kepala Desa Cihanjuang, Gagan Wirahma, S.I.P., menjelaskan, tanah yang disengketakan merupakan aset desa sebelum terjadinya pemekaran wilayah pada 1982, yang kemudian menjadi dua desa: Cihanjuang dan Cihanjuang Rahayu. Berdasarkan kesepakatan, tanah carik dibagi dua: sekitar 2 hektare lebih untuk Cihanjuang, dan sisanya sekitar 2,9 hektare untuk Cihanjuang Rahayu.
“Putusan inkrah tahun 2001 sudah tegas menyatakan tanah itu dikembalikan kepada negara dan menjadi milik dua desa. Tapi sampai sekarang belum ada eksekusi. Kami menunggu arahan dari Bupati, bukan diam membiarkan hak desa diacak-acak,” tegas Gagan dalam wawancara.
Desakan eksekusi bukan hanya datang dari Pemerintah Desa, tapi juga masyarakat yang menuntut keadilan. Pemerintah Desa Cihanjuang berkomitmen menempuh jalur hukum dan prosedural demi mengembalikan aset yang sah secara hukum.
“Kami tak menuntut bagian milik desa lain. Kami hanya perjuangkan hak kami. Ini murni demi kepentingan rakyat,” ujarnya.
Ironisnya, sebagian lahan kini telah dikuasai perorangan dengan dokumen legalitas berupa SHM dan AJB, yang terbit sebelum putusan pengadilan. Gagan menduga dokumen tersebut tidak dikeluarkan oleh Pemerintah Desa Cihanjuang.
“Kalau pun ada SHM dan AJB, jelas bukan dari kami. Lokasi itu secara administratif saat itu ada di wilayah Cihanjuang Rahayu. Kami curiga ada proses yang harus ditelusuri lebih jauh,” paparnya.
Gagan juga mengungkap bahwa hingga kini belum ada kejelasan dari BPN soal data kepemilikan lahan. Ia menuntut transparansi dan langkah tegas dari instansi pertanahan untuk membuka data dan meninjau ulang legalitas seluruh dokumen yang ada.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap penguasaan ilegal, pihak desa telah memasang empat plang tanda kepemilikan di atas tanah sengketa sebagai penegasan bahwa lahan tersebut adalah aset desa berdasarkan hukum.
“Ini pesan terbuka bagi siapa pun: jangan main-main dengan aset desa. Kami berdiri di atas hukum, dan tanah ini sah milik kami,” katanya lantang.
Terkait pihak yang kini menguasai lahan, pendekatan persuasif tetap diutamakan. Namun, Gagan menegaskan Pemerintah Kabupaten harus hadir dan bersikap.
“Kami minta Pak Bupati jangan diam. Ini konflik laten yang bisa meledak jadi konflik horizontal. Tunjukkan keberpihakan pada kebenaran dan hukum,” tegasnya.
Jika lahan berhasil dikembalikan, rencana pemanfaatannya sudah disiapkan: pembangunan lapangan futsal, bulutangkis, ruang serbaguna, serta fasilitas olahraga dan sosial lain yang bermanfaat langsung bagi warga.
“Tanah desa itu harus kembali ke desa. Bukan dikuasai oknum. Ini soal keadilan dan masa depan masyarakat,” katanya lagi.
Gagan berharap Pemkab Bandung Barat tidak terus abai. Ia menegaskan, jika dibiarkan berlarut, ketidakpastian hukum ini hanya akan memperuncing konflik di masyarakat.
“Sudah terlalu lama kami menunggu. Jangan sampai rakyat hilang kepercayaan pada hukum dan pemerintah. Saatnya Bupati menunjukkan keberanian dan integritas!” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari BPN maupun Pemerintah Desa Cihanjuang Rahayu. (Tim/Nuka)