Pasar Patimuan Diperah, Transparansi Dibungkam: Dugaan Setoran Siluman Menguap!
Jayantara-News.com, Patimuan, Cilacap
Denyut ekonomi rakyat berdetak kencang di Pasar Desa Patimuan, Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap. Hiruk-pikuk transaksi dan riuhnya tawar-menawar menjadi denyut nadi hidup desa. Namun, di balik semarak pasar tradisional itu, muncul satu tanda tanya yang membakar benak para pedagang: ke mana larinya uang retribusi yang mereka setorkan setiap hari pasaran?
Keresahan ini bukan lagi bisik lirih di sudut kios, melainkan suara lantang yang menggema. Para pedagang menduga, setoran retribusi yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD) dan tercatat rapi dalam APBDes, justru raib entah ke mana. Tak ada transparansi, tak ada laporan, hanya janji dan diam yang membatu.
Padahal, selembar karcis retribusi—sekecil apapun nominalnya—mengandung potensi besar. Dana itu bisa membangun pasar yang layak, memperbaiki fasilitas umum, atau menghidupkan program pemberdayaan. Tapi ketika jejak uang itu menghilang, yang tersisa hanya fatamorgana: kesejahteraan yang selalu dijanjikan, namun tak pernah nyata.
Lebih dari sekadar masalah administrasi, ini menyangkut rasa keadilan. Para pedagang, tulang punggung ekonomi desa, berhak tahu ke mana uang mereka bermuara. Ketertutupan dalam pengelolaan retribusi adalah jurang pengkhianatan terhadap amanat rakyat.
Menanggapi isu ini, Kepala Desa Patimuan, Ahink Muttaqin, menyebut bahwa pengelolaan pasar belum diserahkan ke pihak desa dan masih berada di bawah kendali investor. Namun pernyataan ini justru bertolak belakang dengan pengakuan mantan penarik karcis pasar yang mengaku rutin menyetorkan retribusi ke pemerintah desa setiap hari pasaran.
Kontradiksi ini makin menebalkan aroma ketidakberesan. Ada yang tak beres di balik lembar-lembar karcis itu. Dugaan adanya setoran siluman pun mencuat, menuntut investigasi mendalam dan audit terbuka.
Sudah saatnya transparansi tak lagi jadi wacana. Kebenaran harus ditegakkan, akuntabilitas tak bisa ditawar. Setiap rupiah yang dikutip dari pedagang adalah amanat—dan amanat itu harus dipertanggungjawabkan. (Tim Jateng)