Lampung Timur Dirusak! Tambang Silika Ancam Hidup Warga: PPWI Desak Penegakan Hukum!
Jayantara-News.com, Lampung Timur
Polemik tambang pasir silika di Desa Sukorahayu, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, kian memanas. Izin operasi yang dipertanyakan, dugaan pelanggaran hukum, serta sikap diam sejumlah pejabat memperkuat indikasi adanya praktik terselubung dalam kegiatan tambang tersebut.
Suara keresahan masyarakat kembali menggema dari pelosok desa. Salah seorang warga, yang mewakili puluhan keluarga lainnya dan meminta identitasnya dirahasiakan, menyampaikan aduan kepada Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke. Ia menilai aktivitas tambang pasir silika tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keselamatan jiwa warga.
Dalam pesan yang diterima redaksi pada Minggu (11/5/2025), warga tersebut mengungkapkan ketakutan masyarakat akan potensi bencana akibat aktivitas tambang yang beroperasi di dekat permukiman.
“Kami takut rumah kami rusak, tanah longsor, banjir, dan keselamatan anak-anak kami juga terancam. Tolong kami, Pak. Kami rakyat kecil hanya bisa mengadu kepada Bapak,” tulisnya dengan penuh harap.
Kerusakan lingkungan di sekitar wilayah pemukiman disebut telah tampak nyata. Menanggapi laporan itu, Wilson Lalengke segera menginstruksikan jajarannya untuk mengawal kasus tersebut secara intensif. Ia menegaskan bahwa PPWI akan mendesak penegak hukum dan instansi terkait untuk turun tangan segera.
“Jangan tunggu jatuh korban jiwa baru bertindak. Negara tidak boleh abai terhadap keselamatan rakyatnya,” tegas Lalengke.
Ia menambahkan, kegiatan pertambangan tanpa izin resmi atau yang terbukti merusak lingkungan dapat dikenakan sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Pasal 158 UU Minerba menyatakan:
> “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Tak hanya itu, pelaku juga dapat dijerat Pasal 98 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH):
> “Setiap orang yang dengan sengaja mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dipidana penjara 3–10 tahun serta denda Rp3–10 miliar.”
Masyarakat juga menyoroti kurangnya sosialisasi dan keterlibatan warga dalam proses perizinan tambang. Selain dampak fisik, mereka khawatir terhadap risiko kesehatan akibat paparan debu dan kebisingan yang terus mengganggu aktivitas harian.
PPWI bersama jaringan wartawan anggotanya berkomitmen untuk mengawal laporan ini hingga mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah, Dinas Lingkungan Hidup, dan aparat penegak hukum. Harapannya, jeritan warga tak sekadar menjadi angin lalu.
“Kalau negara benar hadir untuk rakyat, hentikan segera tambang yang menyengsarakan kami,” pungkas sumber penuh emosi. (Tim/Red)