Aroma Busuk di Balik Penegakan Hukum Polres Lebak! Dua Kasus Diduga Sarat Pesanan, PH Minta Mabes Polri Turun Tangan!
Jayantara-News.com, Lebak
Dari pantauan langsung media ini di Mapolres Lebak, Banten, saat tim Penasehat Hukum (PH) mendampingi kliennya, awak media mewawancarai praktisi hukum Ujang Kosasih, S.H. Dalam keterangannya, Ujang menilai ada beberapa perkara yang ditangani oleh Polres Lebak yang patut diduga kuat sebagai perkara pesanan alias dipaksakan, karena adanya “atensi” tertentu.
Salah satu yang disoroti adalah perkara Aksi Demo Mahasiswa pada 23 September 2024, di mana dua orang peserta aksi dilakukan penyelidikan oleh Satreskrim Polres Lebak. Selain itu, perkara sengketa tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik negara yang dilaporkan melalui Laporan Informasi (LI) kemudian ditingkatkan menjadi Laporan Polisi (LP), juga dinilai dipaksakan. Dua warga Gunung Anten yang menjadi penggarap (tumpang sari) tanah tersebut, padahal memiliki perjanjian kerja sama dengan pemegang hak, yaitu PT. BANTAM, turut diseret menjadi tersangka.
“Penanganan dua perkara ini sangat kami soroti. Satreskrim Polres Lebak tidak menunjukkan profesionalisme, tidak humanis, dan jauh dari prinsip keadilan. Ini bertentangan dengan semangat Polri yang mengusung slogan ‘PRESISI’ sebagaimana instruksi Kapolri,” tegas Ujang Kosasih, S.H., yang juga merupakan PH dari PPWI Nasional.
Ia mendesak Biro Pengawasan Penyidikan (Wasidik) dan Divisi Propam Mabes Polri untuk segera turun ke Polres Lebak guna melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kinerja dan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik Satreskrim.
Perkara paling menonjol adalah aksi demo mahasiswa yang menyebabkan satu anggota Satpol PP tertimpa pagar DPRD. Kronologi menyebutkan bahwa pendemo mendorong barikade depan yang dijaga aparat. Karena kalah jumlah dan tenaga, polisi mundur dan mengenai pagar yang kemudian roboh menimpa anggota Satpol PP.
Namun anehnya, Polres Lebak justru menetapkan dua mahasiswa sebagai tersangka, dengan dalih telah ditemukan alat bukti yang cukup.
Menurut ahli pidana dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), justru kelalaian terjadi di pihak aparat kepolisian. Pasalnya, aksi demonstrasi tersebut telah diberitahukan secara resmi ke Polres Lebak, namun tidak ada upaya antisipasi yang memadai dalam bentuk pengamanan sesuai proporsi jumlah peserta aksi. Ketimpangan kekuatan pengamanan itulah yang menjadi pemicu kekacauan.
“Ini jelas pelanggaran asas hukum pidana sebagaimana dimuat dalam Pasal 351 KUHP (penganiayaan karena kelalaian) serta kelalaian dalam pelaksanaan tugas sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Patut dan layak Biro Wasidik serta Kadiv Propam Mabes Polri melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Satreskrim Polres Lebak,” tegas Ujang.
Sementara itu, aktivis Lebak, King Naga, juga melontarkan kritik tajam terhadap kinerja penyidik Satreskrim Polres Lebak. Ia menilai penegakan hukum di sana sangat diskriminatif dan cenderung tebang pilih.
“Beberapa laporan masyarakat yang kami ajukan mandeg tanpa kejelasan. Supremasi hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Yang paling penting adalah asas keadilan dijunjung tinggi agar tidak merugikan para pihak yang berperkara,” ujar King Naga menutup pernyataannya. (Aris RJ)