Aroma Busuk di Pasar Karangpucung Cilacap: Pasar Dijarah, Dugaan Pungli Menggila, APH Harus Bertindak!
Jayantara-News.com, Cilacap
Sengkarut akut, semrawut, dan meresahkan terus menyelimuti Pasar Desa Karangpucung, sebuah pasar milik masyarakat yang secara resmi dikelola oleh Pemerintah Desa melalui Kepala Pasar yang ditunjuk.
Lebih dari itu, Pasar Hewan Karangpucung, khususnya pasar kambing, dikenal luas sebagai salah satu pasar kambing terbesar di Jawa Tengah. Status ini seharusnya menjadi pintu gerbang kemajuan dan pengelolaan profesional. Namun, ironi justru terjadi: setiap hari pasar, terutama Rabu dan Minggu, serta menjelang Hari Raya Iduladha, keluhan warga tak lagi hanya berupa bisikan, melainkan pekikan keras atas semrawutnya pengelolaan dan ketidaktransparanan yang mencoreng tata kelola desa.
Pada hari-hari pasar, pemandangan dominan adalah penataan parkir yang amburadul. Kendaraan pengangkut kambing, yang menjadi urat nadi perdagangan, diparkir sembarangan. Pungutan retribusi parkir tetap dilakukan kepada setiap kendaraan yang masuk, tetapi hasilnya tak berwujud: tak ada penataan, apalagi perbaikan fasilitas parkir yang signifikan.
Mirisnya, tanggung jawab pengelolaan pasar, termasuk area parkir, berada sepenuhnya di bawah kendali Pemerintah Desa melalui Kepala Pasar. Ini adalah bentuk pengabaian serius terhadap potensi besar pasar yang justru berubah menjadi benang kusut yang memacetkan nadi perekonomian lokal.
Kendaraan membludak diparkir tanpa arahan jelas. Akibatnya, Jalan H. Fran Lukman, akses vital menuju kantor kecamatan dan puskesmas, berubah menjadi lautan kendaraan yang menutup jalan total. Warga, pelajar, dan pegawai tak bisa melintas. Mobilitas lumpuh. Pengiriman barang tersendat. Bahkan, kendaraan darurat pun kesulitan mengakses wilayah tersebut. Potensi bahaya tak bisa dihindari.
Pertanyaan besar pun muncul di benak warga:
Ke mana aliran dana retribusi parkir selama ini menghilang? Untuk apa digunakan? Siapa yang diuntungkan?
Warga mencium bau busuk dugaan praktik penyalahgunaan dana publik yang terstruktur dan sistematis. Setiap pungutan yang dibayarkan harusnya dibarengi pertanggungjawaban, transparansi, dan kejelasan penggunaan dana. Namun yang terjadi justru sebaliknya: nihil akuntabilitas!
Oleh karena itu, kami mendesak dengan sangat kepada aparat penegak hukum, Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kepolisian Republik Indonesia, untuk segera turun tangan!
Lakukan audit forensik secara menyeluruh dan transparan terhadap seluruh aliran dana retribusi parkir Pasar Karangpucung, dari awal hingga saat ini.
Telusuri setiap rupiah yang masuk dan keluar.
Ungkap siapa yang bermain di balik layar.
Bongkar praktik penyimpangan yang telah merugikan masyarakat luas.
Jangan biarkan praktik ini terus berlangsung tanpa tindakan tegas. Masyarakat berhak tahu, dan berhak mendapatkan keadilan.
Transparansi dan akuntabilitas adalah harga mati dalam mewujudkan pemerintahan desa yang bersih, jujur, dan berpihak pada rakyat.
Karangpucung menanti tindakan konkret, bukan janji basi. (Buyung)