Rekaman Ilegal Diduga Dijadikan Alat Framing: Budi Arie Korban Fitnah Media Tak Bermoral
Jayantara-News.com, Jakarta
Masyarakat kini memiliki peran penting dalam mengawasi dan melaporkan media daring yang menyebarkan berita bohong, provokatif, atau bersifat agitasi dan propaganda menyesatkan. Publik dapat turut serta melaporkannya kepada aparat penegak hukum.
Kami menuntut tindakan tegas terhadap siapa pun yang menyalahgunakan media untuk menyerang kehormatan seseorang, menyebarkan ujaran kebencian, dan memprovokasi opini publik dengan informasi yang tidak berimbang.
Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, diduga menjadi korban kejahatan oknum media yang tidak bertanggung jawab. Ia merasa difitnah dan sangat keberatan atas tuduhan yang diarahkan kepadanya melalui penyebaran isi rekaman percakapan telepon secara ilegal.
Rekaman yang telah dipotong-potong dan disebarluaskan ke publik itu diduga sengaja diedit untuk membentuk narasi tertentu yang mencemarkan nama baik dan menyerang kehormatan pribadi Budi Arie.
Lebih dari itu, Budi Arie mengaku dijebak oleh oknum wartawan yang secara diam-diam merekam percakapan tanpa seizinnya. Ia merasa terpancing untuk berbicara, tanpa menyadari bahwa pembicaraannya direkam dan kemudian disebarluaskan melalui berbagai platform media sosial.
Menanggapi permasalahan ini, Koordinator Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI), Azmi Hidzaqi, menyatakan bahwa penyebaran rekaman percakapan pribadi secara ilegal harus diusut tuntas.
Ia menilai bahwa tindakan ini merugikan Budi Arie secara pribadi dan institusional, karena rekaman tersebut telah memicu opini negatif dan ujaran kebencian terhadap yang bersangkutan. Penyebaran rekaman tanpa izin jelas merupakan pelanggaran privasi, dan jika digunakan untuk mencemarkan nama baik, pelakunya dapat dijerat dengan pasal pidana sesuai KUHP maupun UU ITE.
Azmi juga mendesak pihak kepolisian agar segera mengungkap dan menangkap aktor intelektual di balik penyebaran awal rekaman ilegal tersebut. Terlebih, rekaman itu telah diberi judul-judul provokatif oleh sejumlah media, sehingga memicu keresahan dan potensi perpecahan di tengah masyarakat.
“Kami mengecam keras penyebaran rekaman percakapan ilegal yang dikemas dalam narasi berita penuh provokasi. Ini jelas menciptakan opini sesat dan membentuk framing yang merugikan,” tegas Azmi.
Penyebaran informasi pribadi yang bersifat mencemarkan nama baik atau mengandung penghinaan dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 310 KUHP dan Pasal 433 UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Bila isi percakapan mengandung unsur ujaran kebencian, pelaku juga dapat dijerat dengan ketentuan pidana lainnya.
Perekaman percakapan secara diam-diam tanpa persetujuan juga merupakan bentuk penyadapan ilegal yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 10 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp800 juta.
Atas dasar itu, kami mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap pelaku penyebaran rekaman ilegal ini. Kami juga meminta Dewan Pers melakukan investigasi mendalam terhadap media yang pertama kali menyebarkan konten tersebut dan mengevaluasi peran oknum jurnalis yang terlibat.
Tindakan menyebarkan rekaman secara ilegal dengan tujuan mengadu domba dan menciptakan konflik horizontal harus diganjar sanksi hukum dan etik. Perbuatan semacam ini berpotensi merusak stabilitas sosial, mengganggu ketertiban umum, dan memicu konflik yang lebih luas. (Red)