Menelisik Dugaan Mark Up Harga Pompa Air untuk Poktan di Pancatengah Kab. Tasikmalaya: Fee 12% Mencuat, BPP Jadi Sorotan!
Jayantara-News.com, Pangandaran
Baru-baru ini, jagat media sosial dihebohkan oleh beredarnya isu mengenai dugaan praktik curang dalam pengadaan mesin pompa air bagi kelompok tani (Poktan) di dua desa di Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya. Dugaan tersebut menyeret nama oknum petugas dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Pancatengah dan pihak rekanan dari sebuah CV yang tidak disebutkan namanya secara resmi.
Isu yang berkembang menyebutkan adanya dugaan kolusi antara oknum petugas BPP dan pihak CV dalam melakukan mark up atau penggelembungan harga mesin pompa air yang disalurkan kepada Poktan Desa Jayamukti dan Desa Cikawung. Lantas, benarkah dugaan tersebut?
Berdasarkan informasi yang beredar, dana pengadaan pompa air ditarik langsung dari bank dan kemudian diserahkan secara tunai kepada pihak CV, bahkan diduga dilakukan di hadapan petugas BPP. Uang yang diserahkan untuk pengadaan pompa disebut mencapai Rp60 juta untuk Poktan Cikawung dan Rp74 juta untuk Poktan Jayamukti.
Yang lebih mencengangkan, beredar pula tudingan bahwa pihak BPP meminta ‘jatah’ sebesar 12 persen dari total anggaran yang diterima oleh masing-masing kelompok tani. Jika benar, maka praktik semacam ini jelas mencederai semangat transparansi dan pemberdayaan petani kecil yang selama ini menjadi tujuan utama bantuan pertanian.
Pertanyaan besar muncul: Benarkah terjadi permainan harga? Apakah prosedur pencairan dan pengadaan telah sesuai aturan? Dan apakah pungutan 12% itu benar adanya, atau hanya isu liar tanpa bukti?
Pertanyaan-pertanyaan ini tentu memerlukan jawaban. Karena jika terbukti, dugaan ini tak hanya soal kerugian negara, melainkan soal kepercayaan masyarakat desa terhadap institusi pemerintah yang seharusnya menjadi pendamping dan pelindung mereka.
Menjawab kabar yang beredar, Mantri BPP Pancatengah, Hadiji, akhirnya angkat bicara. Ia dengan tegas membantah adanya praktik mark up harga maupun permintaan fee sebesar 12 persen dari anggaran yang diterima kelompok tani.
“Isu tersebut tidak benar. Tidak ada permintaan fee 12 persen ataupun mark up harga,” ujar Hadiji saat dikonfirmasi oleh Jayantara-News.com melalui sambungan telepon WhatsApp pada Sabtu (31/5/2025).
Namun demikian, Hadiji tidak menampik adanya proses penyerahan uang secara langsung kepada pihak ketiga, dalam hal ini, rekanan dari CV yang mengadakan mesin pompa air. Ia menyatakan bahwa hal tersebut dilakukan atas dasar Poktan tidak mengetahui pembelian mesin pompa air dan dianggap tidak menyalahi aturan.
“Terkait penyerahan uang ke pihak ketiga memang ada, tapi hal itu tidak menimbulkan kerugian. Sah-sah saja, karena Poktan tidak mengetahui detail pembelanjaan mesin dimaksud,” ungkap Hadiji menutup keterangannya.
Pernyataan ini justru membuka ruang pertanyaan baru: jika kelompok tani sebagai penerima bantuan tidak mengetahui spesifikasi atau proses pembelanjaan, sejauh mana transparansi dan akuntabilitas dalam proyek ini dijaga? Dan apakah memang mekanisme penyerahan dana secara tunai kepada pihak ketiga tanpa prosedur lelang atau nota pembelian dapat dibenarkan?
Sejauh ini, belum ada keterangan resmi dari pihak rekanan (CV) yang disebut-sebut sebagai pelaksana pengadaan. Sementara itu, masyarakat dan pemerhati anggaran publik terus mendesak agar dugaan ini diusut tuntas, guna memastikan tidak ada penyimpangan dana dalam program yang seharusnya berpihak pada petani kecil ini.
Apakah semuanya hanya kesalahpahaman administratif, atau ada praktik tersembunyi yang belum terungkap? Kami akan terus mengikuti perkembangan kasus ini. (Nana JN)