Dalih Keagamaan untuk Kebobrokan Anggaran! Rp9,6 Miliar Honor Rohaniwan Diduga Disalurkan Menyimpang
Jayantara-News.com, Depok
Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Pemantau Korupsi dan Nepotisme (GPKN) kembali menggebrak. Kali ini, GPKN resmi melayangkan laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyalahgunaan wewenang jabatan terkait Belanja Honorarium Rohaniwan pada Tahun Anggaran 2023 di lingkungan Pemerintah Kota Depok.
Ketua GPKN, Soleh, mengungkapkan bahwa dugaan pelanggaran tersebut mengemuka setelah keluarnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kota Depok Tahun 2023, dengan Nomor: 28.A/LHP/XVIII.BDG/05/2024.
“BPK menemukan adanya kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) serta ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, salah satunya terkait penganggaran Belanja Barang dan Jasa,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (3/6/2025) di Jalan Margonda, Depok.
Soleh menyoroti secara khusus anggaran sebesar Rp9,6 miliar yang diklaim digunakan untuk Honorarium Rohaniwan di lingkungan Sekretariat Daerah. Namun, menurutnya, realisasi anggaran tersebut tidak sesuai dengan ketentuan karena tidak mendukung tugas pokok dan fungsi Sekretariat Daerah.
“Honorarium itu semestinya hanya diberikan kepada rohaniwan resmi yang ditunjuk dalam kegiatan pengambilan sumpah jabatan. Tapi faktanya, dana ini diduga dialokasikan secara massal kepada para pembimbing rohani lewat transfer langsung ke rekening masing-masing, tanpa keterkaitan dengan pelaksanaan sumpah jabatan,” tegasnya.
Mengacu pada Lampiran Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2023, yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 33 Tahun 2020, disebutkan bahwa honorarium hanya diberikan kepada pihak yang secara sah ditugaskan sebagai rohaniwan dalam pengambilan sumpah jabatan. Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.02/2022 menetapkan bahwa honorarium rohaniwan sebesar Rp400.000 per kegiatan per orang.
“Yang jadi pertanyaan besar: bagaimana mungkin honorarium yang seharusnya berdasarkan kegiatan sumpah jabatan bisa membengkak hingga Rp9,6 miliar? Ini patut diduga sebagai penyimpangan yang serius,” tandas Soleh.
Atas dasar temuan tersebut, GPKN mendesak KPK segera turun tangan mengusut indikasi penyelewengan anggaran yang dinilai merugikan keuangan negara dan mencederai prinsip transparansi serta akuntabilitas pengelolaan APBD. (Yun)