Pungutan Berkedok Musyawarah: Klarifikasi RA Darul Hikmah Pancatengah Justru Picu Kecaman
Jayantara-News.com, Tasikmalaya
Dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan RA Darul Hikmah, Desa Tonjong, Kecamatan Pancatengah, Kabupaten Tasikmalaya, terus menuai polemik. Pihak sekolah akhirnya angkat bicara menyusul pemberitaan sebelumnya yang menyudutkan institusi pendidikan tersebut terkait permintaan biaya kenaikan kelas dan wisuda kepada orang tua murid.
Berita sebelumnya, baca di sini:
Beban Biaya Mencekik, RA Darul Hikmah Pancatengah Dituding Lakukan Pungli
Dalam klarifikasinya, perwakilan sekolah, Deni, tidak membantah adanya pengumpulan dana dari orang tua siswa. Namun ia berkelit bahwa pemungutan tersebut bukan inisiatif sekolah, melainkan atas dasar kesepakatan bersama dalam rapat wali murid.
“Sebetulnya sekolah sudah menolak, tapi pemungutan uang tersebut justru berasal dari usulan orang tua. Dananya pun digunakan untuk konsumsi serta kebutuhan siswa,” ujar Deni melalui pesan WhatsApp kepada Jayantara-News.com, Selasa (10/6/2025).
Namun pernyataan tersebut langsung dibantah oleh sejumlah orang tua siswa yang merasa dirugikan. Mereka menyebut narasi “kesepakatan bersama” hanyalah pembelaan sepihak dari pihak sekolah.
Adang, salah satu orang tua murid, secara tegas menyatakan bahwa pungutan tersebut tidak mencerminkan kesepakatan, apalagi atas kemauan wali murid.
“Pernyataan Deni itu hanya pembelaan semata. Faktanya, saya dan beberapa orang tua lain merasa sangat keberatan. Tidak ada yang benar-benar sukarela,” ujarnya geram.
Nada serupa disampaikan oleh wali murid lainnya yang enggan disebutkan namanya.
“Justru yang mengajukan pertama kali adalah pihak sekolah, bukan dari kami. Rapat itu lebih terlihat seperti formalitas untuk melegitimasi keputusan yang sudah dibuat sebelumnya,” ungkapnya.
Di sisi lain, kritik tajam juga datang dari tokoh masyarakat Kecamatan Pancatengah, Adeng Mutaqin. Ia mengecam keras tindakan sekolah yang dinilainya melawan instruksi Gubernur Jawa Barat yang telah melarang segala bentuk pungutan di lembaga pendidikan dasar dan PAUD.
“Sekolah ini harus diperiksa oleh penegak hukum. Tidak hanya soal pungutan, tapi juga transparansi terhadap bantuan-bantuan pemerintah yang diterima sekolah ini patut dicurigai,” tegas Adeng.
Menurut Adeng, jika ditemukan indikasi penyelewengan dana atau pelanggaran hukum lainnya, maka aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan tidak memberi ruang toleransi.
“Ini bukan sekadar soal pungutan. Ini soal integritas lembaga pendidikan yang seharusnya melindungi, bukan membebani masyarakat. Jangan sampai ada praktik sistematis yang menyamar sebagai ‘kesepakatan’ tapi sejatinya memaksa,” pungkasnya.
Catatan Redaksi: Pungutan di sekolah negeri dan swasta untuk kegiatan yang bersifat wajib dan berdampak pada kelulusan siswa telah dilarang melalui berbagai peraturan, termasuk Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah dan Surat Edaran Gubernur Jawa Barat. Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat serta partisipasi aktif masyarakat untuk memastikan tidak terjadi praktik pungli terselubung di lingkungan pendidikan. (Nana JN)