Bobrok! Negara Bayar Mahal untuk Pejabat Duduk Lebih Lama: Apa Manfaatnya untuk Rakyat?
Jayantara-News.com, Bandung
Gelombang kritik tajam kembali menyeruak menyoroti kebijakan pemerintah yang memperpanjang masa jabatan sejumlah pejabat publik, mulai dari tingkat desa hingga potensi perpanjangan masa jabatan anggota DPRD. Dari kepala desa (kades), perangkat desa, BPD, RT/RW, hingga munculnya peluang masa jabatan DPRD diperpanjang akibat pemisahan jadwal Pemilu dan Pilkada oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Pengamat kebijakan publik, Agus Chepy Kurniadi, menilai, kebijakan ini bukan hanya tidak produktif, tapi juga cerminan pemerintahan yang bobrok, karena lebih memikirkan kenyamanan kekuasaan pejabat daripada kepentingan rakyat yang dilayani.
> “Kalau pemerintah serius ingin birokrasi melayani rakyat, kenapa masa jabatan justru diperpanjang seenaknya tanpa evaluasi kinerja transparan? Ini sama saja menyiapkan karpet merah bagi para pejabat untuk duduk manis lebih lama, sambil rakyat disuruh sabar menerima pelayanan seadanya,” sindir Agus dalam keterangannya, Sabtu (28/6/2025).
Agus membeberkan sejumlah jabatan yang masa tugasnya kini resmi diperpanjang atau terancam diperpanjang, yang menurutnya semakin menggerus prinsip akuntabilitas dan membuka peluang kongkalikong kekuasaan:
1. Kepala Desa (Kades)
Masa jabatan diperpanjang dari 6 menjadi 8 tahun melalui revisi UU Desa pada April 2024 (UU Nomor 3 Tahun 2024). Tanpa mekanisme evaluasi publik yang kuat, ini dikhawatirkan membuat kepala desa terlena dalam zona nyaman kekuasaan, bahkan rawan bermain proyek tanpa takut rotasi cepat.
2. Perangkat Desa
Mengikuti kepala desa, perangkat desa ikut menikmati perpanjangan masa jabatan, sehingga struktur aparatur desa makin sulit disentuh rotasi atau seleksi ulang yang obyektif.
3. BPD (Badan Permusyawaratan Desa)
Padahal fungsi BPD harusnya menjadi lembaga pengawas desa, tapi ikut diperpanjang sehingga rawan kompromi jangka panjang dengan kepala desa, menghilangkan fungsi check and balance.
4. RT/RW
Jabatan kultural ini di banyak daerah cenderung diperpanjang terus tanpa regenerasi, membatasi kaderisasi warga muda dan mempersempit ruang partisipasi aktif masyarakat.
5. Anggota DPRD
Meski belum diformalkan dalam UU, Putusan MK No. 143/PUU-XXI/2023 dan No. 135/PUU-XXII/2024 memisahkan jadwal Pemilu Nasional & Pilkada hingga berjarak 2,5 tahun. Ini membuka potensi anggota DPRD hasil Pemilu 2024 bertahan hingga 2031 sambil menunggu revisi UU Pemilu yang sedang disiapkan. Situasi ini jelas rawan disalahgunakan untuk menunda evaluasi politik.
Box Quote
> 🗣️ “Ini bukan hanya soal kepala desa. Dari bawah sampai legislatif daerah, jabatan diperpanjang seenaknya tanpa evaluasi yang transparan. Negara menanggung biaya politik lebih mahal, sementara kualitas pelayanan publik stagnan.”
Agus Chepy Kurniadi, Pengamat Kebijakan Publik
Agus menilai, pemerintahan yang mendukung perpanjangan masa jabatan tanpa kerangka evaluasi independen, audit pembangunan yang serius, serta publikasi laporan keuangan terbuka, adalah bentuk pemerintahan yang bobrok, hanya memanjakan elit birokrasi daripada melayani rakyat.
> “Kalau tidak ada mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, ini hanya jadi panggung nyaman para pejabat untuk duduk lebih lama sambil menyedot APBD dan APBN. Inovasi macet, pelayanan publik seret, masyarakat yang akhirnya menanggung biaya politiknya,” tegasnya. (Red)
✅ Catatan Sumber Hukum:
UU No. 3 Tahun 2024 memperpanjang masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 8 tahun.
Putusan MK No. 143/PUU-XXI/2023 & No. 135/PUU-XXII/2024 memisahkan Pemilu Nasional dan Pilkada hingga berpotensi memperpanjang masa jabatan DPRD sampai 2031 sambil menunggu revisi UU Pemilu.