Gorok Anggaran Rakyat! 5 Mantan Anggota DPRD Kepahiang Resmi Ditahan dalam Skandal Korupsi Rp12 Miliar
Jayantara-News.com, Kepahiang
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepahiang akhirnya menabuh genderang perang terhadap para perampok uang rakyat. Lima mantan anggota DPRD Kepahiang periode 2019–2024 resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Sekretariat DPRD. Mereka langsung dijebloskan ke Lapas Curup untuk penahanan awal selama 20 hari, Rabu (16/7/2025).
Kelima tersangka, masing-masing berinisial CB, M, JT, NU, dan MRY, diperiksa intensif sejak siang hingga akhirnya digiring keluar kantor kejaksaan mengenakan rompi tahanan. Tak satu pun dari mereka bersuara. Kepala tertunduk, malu atau pura-pura tak tahu malu?
Kasi Intel Kejari Kepahiang, Nanda Hardika, mengonfirmasi bahwa kelima tersangka adalah mantan legislator yang diduga terlibat dalam praktik korupsi berjemaah di Sekretariat DPRD. “Kasus ini terkait dugaan korupsi perjalanan dinas, konsumsi, dan honor fiktif. Kerugian negara sementara ditaksir mencapai Rp12 miliar,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejari Kepahiang telah lebih dulu menetapkan tiga tersangka: mantan Sekretaris DPRD, Roland Yudhistira, serta dua eks bendahara, Yusrinaldi dan Didi Rinaldi. Dengan tambahan lima tersangka dari kalangan legislatif, total sudah 7 orang resmi menyandang status tersangka.
Ironisnya, Roland yang dulu menjabat Sekwan kini justru menawarkan diri menjadi Justice Collaborator (JC). Melalui pengacaranya, Joni Bastian, Roland menyatakan siap membongkar aliran dana korupsi hingga ke pucuk pimpinan dewan. “Klien kami tidak menikmati sendiri. Dari total temuan BPK sebesar Rp11,4 miliar, hanya Rp3 miliar yang dicairkan atas nama Roland. Sisanya untuk anggota dan pimpinan DPRD. Bahkan Rp1 miliar sudah dikembalikan,” tegas Joni.
Kasi Pidsus Kejari Kepahiang, Febrianto Ali Akbar, menyatakan bahwa nilai kerugian negara masih bisa berubah menunggu audit resmi dari BPKP. Dari Rp13 miliar dana yang disinyalir dikorupsi, baru sekitar Rp2 miliar yang berhasil dikembalikan. Sisanya masih diburu, ditelusuri ke mana saja mengalirnya.
“Kami akan kejar sampai tuntas. Tidak boleh ada satu rupiah pun yang hilang tanpa pertanggungjawaban,” ujar Febrianto.
Skandal ini terbongkar dari laporan Tuntutan Ganti Rugi (TGR) di Sekretariat DPRD pada tahun anggaran 2021–2023, mencakup dugaan mark-up hingga kegiatan fiktif yang melibatkan konspirasi struktural.
Kasus ini jadi bukti bahwa demokrasi lokal bisa dicederai oleh elitnya sendiri. Uang rakyat yang seharusnya dipakai untuk pelayanan publik justru dijadikan bancakan berjemaah. Kami akan terus mengawal proses hukum kasus ini, sampai terang benderang. (Goes)