Dua Legislator Dijerat KPK: Skandal Dana CSR BI Seret Nama Anggota DPR
Jayantara-News.com, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan dua anggota DPR RI sebagai tersangka dalam skandal korupsi penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI). Penetapan ini menandai babak baru dalam pengusutan aliran dana sosial yang diduga diselewengkan oleh elite politik.
Meskipun belum diumumkan secara resmi identitas kedua tersangka, publik sudah menaruh sorotan pada dua nama yang sejak awal kerap diperiksa KPK, yakni Satori (Fraksi NasDem) dan Heri Gunawan (Fraksi Gerindra). Rumah keduanya bahkan telah digeledah oleh tim penyidik KPK.
Dari rumah Satori di Cirebon, KPK mengamankan sejumlah dokumen penting yang diduga berkaitan dengan korupsi dana CSR dari BI dan OJK. Sementara itu, dari kediaman Heri Gunawan di Tangerang Selatan, penyidik menyita dokumen, barang elektronik, serta sejumlah surat menyangkut perkara ini.
Penetapan tersangka tersebut dikonfirmasi langsung oleh Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Brigjen Pol. Asep Guntur Rahayu, pada Rabu malam (6/8/2025). Ia menyatakan bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk dua tersangka telah diterbitkan.
> “Sprindik untuk dua tersangka ini sudah ada. Nanti akan dijelaskan lebih lanjut oleh Juru Bicara KPK,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Asep juga menambahkan, penetapan ini mengacu pada Sprindik Nomor 52 dan 53. Namun demikian, proses penyidikan belum berhenti di situ. KPK terus membuka peluang adanya tersangka baru, baik dari pihak legislatif maupun internal BI.
> “Yang sudah firm itu dua tersangka. Tapi kami terus mendalami, baik dari pihak BI maupun legislator lain,” imbuhnya.
Sejak penyelidikan dimulai, KPK telah memeriksa puluhan saksi dan menggeledah sejumlah lokasi strategis. Di antaranya adalah kantor pusat Bank Indonesia (Senin, 16 Desember 2024) termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo, serta kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Kamis, 19 Desember 2024.
Selain itu, KPK juga mengusut keterlibatan sejumlah yayasan yang diduga menjadi perantara pencairan dana CSR, meski banyak di antaranya tidak memenuhi persyaratan administratif dan legal.
Dana CSR yang seharusnya digunakan untuk kegiatan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan bantuan ke daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), justru diduga disalurkan untuk kepentingan pribadi.
Informasi yang dihimpun dari sumber internal penyidikan mengungkap bahwa hanya 50 persen dari total anggaran digunakan sesuai peruntukannya. Sisanya, dialihkan untuk pembangunan rumah pribadi, fasilitas non-sosial, hingga yayasan fiktif.
KPK menduga praktik ini telah berlangsung secara sistematis dan melibatkan oknum elite dari berbagai institusi, termasuk legislatif dan lembaga keuangan negara. (Goes)