Fenomena “Cakar-Cakaran” Antar Penegak Hukum di Indonesia
Oleh : Agus Chepy Kurniadi
Ketika Polisi, Jaksa, Hakim, dan Pengacara Lupa Bahwa Mereka Bukan Karakter Anime
Jayantara-News.com — Nasional
Fenomena “cakar-cakaran” antar penegak hukum di Indonesia kian menyerupai cerita fiksi di Negeri Konoha. Bedanya, kalau di Naruto para ninja bersatu membela rakyat, di negeri ini para penegak hukum justru sibuk saling serang demi gengsi dan kuasa.
Polisi tampil sebagai Pol-isi, sibuk “mengisi” berkas tapi kerap merasa paling berjasa. Jaksa menjelma Jak-sangka, seolah berhak menebak siapa tersangka berikutnya. Hakim menjadi Hak-aku, memukul palu bukan sekadar demi hukum, melainkan demi harga diri. Sementara pengacara lihai bertransformasi jadi Pengacara-cara, mencari segala cara agar kliennya tetap aman meski kebenaran bisa tergadai.
Alih-alih berkolaborasi menegakkan hukum, mereka malah berebut panggung bak ninja yang lupa kode etik desa. Hasilnya, persidangan sering lebih mirip arena adu jurus ketimbang ruang pencari keadilan.
Publik pun hanya bisa menggeleng. Mereka disuguhi tontonan yang disebut “penegakan hukum,” padahal yang terjadi lebih sering “penegakan ego.” Dan seperti biasa, korban tetaplah sama: rakyat kecil yang tak punya jutsu, tak punya kuasa, dan hanya bisa menonton dari jauh.
Drama cakar-cakaran ini makin menegaskan satu hal: negeri kita memang penuh ninja, tapi sayangnya, bukan ninja pelindung rakyat, melainkan ninja pencakar kebenaran.
Kalau terus begini, sebaiknya hukum di Indonesia benar-benar dikirim belajar ke Konoha agar paham arti kata keadilan. (ACK))