Kang Dedi Mulyadi, Presiden Independen dalam Jiwa yang Ditunggu Rakyat
Jayantara-News.com, Jabar
Aroma politik 2029 mulai terasa, meski pesta demokrasi itu masih empat tahun lagi. Namun, ada satu nama yang terus muncul di ruang-ruang percakapan publik: Kang Dedi Mulyadi (KDM). Sosok yang dikenal merakyat, cerdas, dan sederhana ini disebut-sebut sebagai figur yang layak duduk di kursi RI 1.
Menariknya, suara rakyat yang mengalir deras justru tidak meminta KDM untuk bernaung di bawah kendali satu partai politik tertentu. Mereka menghendaki KDM tetap tampil sebagai sosok independen dalam jiwa dan sikap politiknya, pemimpin yang lahir dari rahim rakyat, bukan hasil kompromi elite. Di tengah kekecewaan terhadap politik transaksional, harapan ini seakan menjadi penegasan: rakyat ingin presiden yang murni, tidak tersandera kepentingan sempit.
Secara konstitusi, pencalonan presiden memang hanya bisa diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Namun, aspirasi rakyat agar KDM tidak “ditunggangi” oleh kepentingan partai adalah pesan moral yang kuat: rakyat menghendaki presiden yang berdiri tegak di atas semua golongan, bukan presiden hasil barter politik.
KDM memang bukan sosok baru. Rekam jejaknya di Jawa Barat sudah membuktikan, bagaimana ia berani mendobrak stigma, menata ruang publik, hingga memulihkan marwah budaya lokal. Lebih dari itu, ia mampu menunjukkan bahwa politik bukan semata perebutan kekuasaan, tetapi jalan pengabdian.
Maka tak heran, ketika wacana KDM maju sebagai calon presiden digulirkan, publik menyambut dengan penuh optimisme. Rakyat melihat sosok KDM sebagai alternatif dari wajah lama politik yang kerap terjebak dalam kepentingan koalisi pragmatis.
Hari ini, masyarakat Indonesia tengah menghadapi persoalan besar yang menumpuk: praktik korupsi yang masih merajalela, penegakan hukum yang sering tumpul ke atas tapi tajam ke bawah, serta ketidakadilan sosial yang membuat jurang kaya dan miskin kian lebar. Situasi ini memunculkan keletihan kolektif di tengah rakyat, sekaligus dorongan untuk mencari sosok pemimpin yang mampu menjadi pelita perubahan.
“Sudah saatnya rakyat punya presiden yang benar-benar dari rakyat, bukan hasil bagi-bagi kursi partai. Kang Dedi itu sosok yang apa adanya, merakyat, dan tidak elitis. Kalau beliau maju, kami siap mendukung tanpa ragu,” ujar Rahmat, seorang pedagang kecil di Bandung.
Nada optimisme serupa juga datang dari kalangan pemuda. “Kami generasi muda sudah bosan dengan politik yang penuh drama. Indonesia butuh figur bersih dan berani. Kang Dedi punya modal sosial yang kuat. Kami ingin beliau tetap independen meski lewat pintu partai,” kata Nabila, aktivis mahasiswa di Yogyakarta.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Chepy Kurniadi menilai fenomena dukungan rakyat kepada KDM merupakan tanda pergeseran lanskap politik nasional. “Ada kegelisahan publik yang nyata terhadap partai politik. Aspirasi rakyat agar KDM tetap independen, meski harus diusung partai, adalah cermin kerinduan terhadap kepemimpinan yang bersih dan tidak terikat transaksi politik,” ujarnya.
Tentu, jalan itu penuh risiko. Akan banyak kekuatan yang mencoba menghalangi, akan banyak serangan yang berupaya melemahkan. Namun, jika rakyat sudah bersatu, tembok setebal apa pun bisa runtuh. Dan rakyat sudah menaruh keyakinan bahwa KDM bukan sekadar alternatif, tetapi jawaban bagi masa depan bangsa.
Kini, bola ada di tangan KDM. Apakah ia berani mengambil jalan berbeda, menghadapi segala risiko politik, dan membuktikan bahwa independensi sejati adalah kekuatan?
Satu hal yang pasti: rakyat sudah menaruh keyakinan. Mereka percaya, KDM adalah pemimpin yang bisa membawa perubahan. Meski lewat pintu partai, rakyat ingin KDM tetap berdiri sebagai presiden independen, presiden yang berpihak hanya pada rakyat, dan tidak kepada siapa pun selain bangsa Indonesia. (JO JN)