Legiman Pranata, Korban Pencaplokan oleh Anggota DPR RI: Simbol Perjuangan Melawan Ketidakadilan Agraria di Medan
Jayantara-News.com, Jakarta
Di tengah hiruk-pikuk Kota Medan, Legiman Pranata (58), seorang warga biasa, kini menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan. Kisah tragisnya melibatkan dugaan pencaplokan tanah oleh Sihar PH Sitorus, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, serta pihak BPN Medan dan aparat setempat. Legiman telah menempuh perjalanan panjang menuju Jakarta demi mencari keadilan di Kementerian ATR/BPN, dengan harapan suaranya didengar dan haknya dipulihkan.
Tanah milik Legiman, yang telah dibelinya secara sah sejak tahun 2000, menjadi sumber konflik panjang yang berlangsung hingga belasan tahun. Dugaan bahwa tanah tersebut direbut oleh Sihar Sitorus, putra almarhum DL Sitorus, menunjukkan potret kelam tata kelola agraria di Indonesia. “Tanah ini adalah harapan hidup saya dan keluarga. Saya tidak ingin kehilangan semuanya,” ujar Legiman, suaranya penuh emosi.
Perjuangan Melawan Ketidakadilan
Tragedi ini tidak hanya menyangkut perampasan tanah, tetapi juga pengabaian hak asasi dan harapan warga kecil. Legiman kini menuntut pertanggungjawaban hukum dan moral dari Sihar Sitorus, termasuk dugaan kepemilikan KTP ganda yang menambah kompleksitas persoalan. Ia juga menyerukan Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPR RI untuk memeriksa keterlibatan Sihar dalam dugaan pelanggaran hukum dan etika sebagai wakil rakyat.
“Saya ingin kasus ini diselesaikan secara adil. Jangan ada lagi yang mengalami seperti saya,” lanjut Legiman. Harapannya, Kementerian ATR/BPN dapat menjalankan tugasnya dengan netral, transparan, dan akuntabel.
Tantangan untuk Reformasi Agraria
Kasus Legiman mencerminkan persoalan agraria yang tak kunjung selesai di Indonesia. Ketimpangan penguasaan lahan dan lemahnya perlindungan hukum seringkali menempatkan rakyat kecil pada posisi yang dirugikan. Sebagai instansi yang bertanggung jawab atas urusan pertanahan, Kementerian ATR/BPN diharapkan dapat menunjukkan komitmennya terhadap reformasi agraria yang adil dan transparan.
Di sisi lain, Badan Kehormatan DPR RI memiliki tanggung jawab untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran oleh anggotanya. Jika terbukti, hal ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap DPR RI, tetapi juga mencoreng cita-cita reformasi yang bertujuan menciptakan pemerintahan bersih dan berintegritas.
Pelajaran Bagi Kita Semua
Kisah Legiman adalah pengingat bahwa perjuangan melawan ketidakadilan membutuhkan keberanian dan kegigihan. Dalam konteks hukum, diperlukan proses yang transparan untuk memastikan keadilan bagi semua pihak. Semoga perjuangan Legiman menjadi inspirasi bagi warga lain yang mengalami permasalahan serupa, dan membawa angin segar bagi reformasi hukum serta keadilan di negeri ini.
Kisah ini juga menjadi ujian bagi lembaga negara, baik Kementerian ATR/BPN maupun DPR RI, untuk menegakkan prinsip keadilan dan keberpihakan pada rakyat. Hanya dengan demikian, cita-cita masyarakat yang adil dan makmur dapat terwujud.
Disclaimer: Informasi ini didasarkan pada pernyataan Legiman Pranata dan membutuhkan verifikasi lebih lanjut. Proses hukum harus dilakukan secara menyeluruh dan profesional agar kebenaran dapat ditegakkan. (IWA/Red)