Dirasa Rusak Rasa Keadilan, Masyarakat Desak ‘Hakim Pemvonis’ 6,5 Tahun Kasus Korupsi Rp300 Triliun DIPECAT!!!
Jayantara-News.com, Jabar
Kehebohan besar melanda masyarakat Indonesia setelah vonis ringan dijatuhkan terhadap seorang koruptor yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Hukuman 6,5 tahun penjara yang diberikan oleh hakim menuai protes keras karena dinilai jauh dari rasa keadilan.
Presiden Prabowo Subianto, dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di kantor Bappenas, mengungkapkan keprihatinannya terhadap keputusan tersebut. “Vonis ringan terhadap pelaku korupsi berskala besar ini tidak hanya mengecewakan, tetapi juga merusak rasa keadilan di masyarakat,” tegas Presiden Prabowo. Ia menekankan pentingnya hukuman yang setimpal untuk memberikan efek jera dan mencegah korupsi di masa depan.
Di tengah maraknya desakan masyarakat agar hakim tersebut diberhentikan, perlu diingat bahwa dalam sistem hukum Indonesia, presiden tidak memiliki kewenangan untuk memecat hakim. Kekuasaan kehakiman bersifat independen, sesuai prinsip pemisahan kekuasaan dalam konstitusi.
Mekanisme pengawasan dan tindakan terhadap hakim yang dianggap melanggar kode etik berada di bawah kewenangan Komisi Yudisial (KY). KY memiliki tugas memproses dugaan pelanggaran etik oleh hakim melalui mekanisme yang telah diatur undang-undang.
Kasus ini menjadi perhatian publik tidak hanya karena nilai kerugian negara yang sangat besar, tetapi juga karena kekhawatiran bahwa keputusan serupa dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Masyarakat berharap Komisi Yudisial segera mengambil langkah tegas untuk memeriksa hakim yang bersangkutan dan memastikan keadilan ditegakkan.
Melalui kasus ini, diharapkan muncul pembaruan nyata dalam sistem peradilan Indonesia, khususnya terkait pemberian hukuman bagi pelaku korupsi yang merugikan bangsa. Rasa keadilan masyarakat harus menjadi prioritas dalam setiap putusan hukum, demi menjaga kepercayaan publik terhadap institusi negara. (Chep)