Hukum di Indonesia: Panglima yang Lumpuh Ketika Tertutup oleh Uang dan Jabatan
Oleh : Agus Chepy Kurniadi
Jayantara-News.com, Jabar
Hukum merupakan pilar keadilan dalam suatu negara, yang bertujuan melindungi hak masyarakat dan menjaga ketertiban. Namun, seringkali muncul anggapan bahwa hukum hanya menjadi slogan kosong, terutama ketika implementasinya dinilai tidak sesuai harapan. Berbagai kasus yang melibatkan korupsi, ketidakadilan, hingga tebang pilih dalam penegakan hukum memperkuat narasi ini.
Hukum dan Ketidakadilan
Dalam banyak kasus, masyarakat melihat hukum berjalan timpang. Penegakan hukum terhadap masyarakat kecil sering kali lebih tegas, bahkan terkesan tanpa kompromi. Sebaliknya, bagi pihak yang memiliki kekuasaan atau kekayaan, hukum cenderung lunak atau bahkan mandek. Hal ini melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi hukum.
Sebagai contoh, kasus-kasus besar seperti korupsi miliaran rupiah yang melibatkan pejabat tinggi sering kali memakan waktu lama untuk diproses. Bahkan, tidak jarang pelaku mendapatkan keringanan hukuman. Di sisi lain, masyarakat kecil yang melanggar hukum karena alasan mendesak, seperti mencuri makanan untuk bertahan hidup, kerap mendapatkan hukuman berat tanpa pertimbangan situasi.
Hukum Sebagai Alat Politik?
Selain ketimpangan, hukum juga kerap dianggap sebagai alat politik. Selama proses demokrasi, seperti pilkada atau pemilu, hukum sering digunakan untuk menjatuhkan lawan politik atau melindungi kelompok tertentu. Isu ini memunculkan keraguan atas netralitas lembaga penegak hukum, sehingga masyarakat merasa hukum kehilangan esensi keadilannya.
Slogan yang Kehilangan Makna
Slogan “hukum adalah panglima” menjadi kosong jika tidak disertai dengan aksi nyata dan keadilan yang merata. Ketika kepercayaan masyarakat terhadap hukum terus menurun, dampaknya tidak hanya pada citra lembaga hukum, tetapi juga pada stabilitas sosial dan kepercayaan terhadap pemerintah.
Untuk mengubah persepsi bahwa hukum hanya slogan, bisa saja mengambil beberapa langkah penting, yakni:
1. Penegakan Hukum yang Adil: Tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum, baik terhadap masyarakat kecil maupun elite.
2. Reformasi Lembaga Hukum: Transparansi dalam setiap proses hukum perlu diperkuat untuk mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan.
3. Edukasi Hukum: Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang hukum agar dapat mengawasi dan menuntut penegakan yang lebih baik.
4. Pengawasan Independen: Kehadiran lembaga independen yang mengawasi proses hukum dapat menjadi solusi untuk mengurangi intervensi politik.
Hukum tidak boleh menjadi sekedar slogan yang kehilangan maknanya. Keberadaan hukum sejatinya adalah untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Jika ketimpangan dan penyalahgunaan terus dibiarkan, maka kepercayaan terhadap hukum akan semakin tergerus, dan dampaknya bisa berbahaya bagi masa depan bangsa. Semua pihak harus bersinergi untuk mengembalikan martabat hukum sebagai pilar utama keadilan. (Red)