Soal Pengosongan Rumah Debitur di BRI Cimahi: Kuasa Hukum Soroti Kejanggalan Lelang dan Eksekusi
Jayantara-News.com, Cimahi
Pengosongan rumah di Blok Larangan Prabu No. 2, Kota Baru Parahyangan, oleh Pengadilan Bale Bandung pada Selasa, 21 Januari 2025, memicu sorotan tajam. Kuasa hukum debitur, Putra Agustian, memaparkan kronologi dan kejanggalan yang menyelimuti kasus ini.
Baca berita sebelumnya: Eksekusi Lahan di Kota Baru Parahyangan KBB Berjalan Lancar dan Kondusif
Menurutnya, rumah yang dijadikan jaminan oleh kliennya ke Bank BRI Cabang Cimahi masuk proses lelang setelah debitur mengalami gagal bayar. Namun, ketika salah satu anggota keluarga debitur mencoba mendaftar lelang di KPKNL pada April 2023, pihak Bank BRI menolak pendaftaran tersebut. Ia menduga proses lelang sudah diatur dengan pemenang tertentu.
“Ini bukan perkara biasa. Proses ini tidak bisa dibanding atau dikasasi. Kami sudah melaporkan kasus ini untuk memulihkan hak-hak debitur, yang tidak hanya menderita secara materiil, tetapi juga mental,” ujar Putra. Ia juga menyoroti permintaan biaya Rp200 juta untuk pengembalian sertifikat rumah yang dinilai memberatkan.
Putra mengkritik transparansi proses lelang dan balik nama yang berlangsung sangat cepat tanpa pemberitahuan kepada debitur. “Termohon tidak diundang dalam proses permohonan lelang. Tiba-tiba saja kami menerima surat bahwa rumah tersebut terjual Rp4 miliar lebih,” ungkapnya.
Selain itu, Putra menyebut biaya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang seharusnya dibebankan pada pemenang lelang malah ditujukan kepada debitur. Dana sisa senilai Rp109 juta juga belum diserahkan kepada kliennya sebelum eksekusi berlangsung.
Pihaknya kini mengajukan upaya hukum ke Pengadilan Tinggi Bale Bandung untuk mempertanyakan transparansi dan prosedur pelelangan. Putra juga menyoroti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi pemilik rumah yang terdampak. “Panitera baru menyampaikan soal rumah singgah setelah proses eksekusi berjalan. Hal ini menunjukkan lemahnya keterbukaan,” katanya.
Ia berharap proses hukum berjalan adil dan hak-hak kliennya sebagai debitur ditegakkan. “Eksekusi harus dilakukan secara manusiawi dan sesuai prosedur,” pungkas Putra. (Nuka)