Oknum Polisi Ini Diduga Peras Bos Prodia 20 Miliar, Wilson Lalengke: Bukti Bobroknya Sistem Jual-Beli Pangkat di Polri
Jayantara-News.com, Jakarta
Dunia hukum Indonesia kembali tercoreng oleh ulah oknum perwira Polri, AKBP Bintoro, mantan Kasatreskrim Polrestro Jakarta Selatan, yang diduga kuat memeras keluarga pelaku kejahatan sebesar Rp 20 miliar. Tindakan ini bukan hanya mencoreng institusi Polri tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum yang seharusnya adil dan bersih.
Kasus ini mendapat sorotan tajam dari Wilson Lalengke, alumni PPRA-48 Lemhannas RI 2012, yang selama ini kritis terhadap perilaku koruptif di tubuh Polri. “Jika benar, ini adalah bukti nyata bagaimana budaya jual-beli hukum dan pangkat sudah mengakar di Polri. Mungkin dia sedang ‘menabung’ untuk loncat jadi jenderal,” sindir Wilson dalam pernyataannya, Jumat (24/1/2025).
Pemerasan di Balik Kasus Berat
Kasus ini bermula dari dua laporan polisi, yakni LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel, yang mengungkap pembunuhan sadis dua remaja perempuan, N (16) dan X (17). Para pelaku, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto—anak pemilik jaringan klinik Prodia—diduga melakukan pemerkosaan, memberi narkoba, hingga menyebabkan korban tewas akibat overdosis.
Namun, alih-alih mengusut tuntas kasus ini, AKBP Bintoro justru diduga memeras keluarga pelaku. Ia meminta uang Rp 20 miliar dengan janji menghentikan penyidikan. Ironisnya, uang telah diserahkan, tetapi kasus tetap berlanjut, bahkan aset-aset mewah milik pelaku seperti Ferrari dan Harley Davidson ikut diduga digelapkan oleh Bintoro.
Bukti Praktik “Jual-Beli Hukum” dan Pelanggaran Berat
Tindakan AKBP Bintoro melanggar sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan aturan internal Polri:
1. Pasal 368 KUHP – Pemerasan dengan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan wewenang, dengan ancaman pidana maksimal 9 tahun.
2. Pasal 423 KUHP – Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara untuk memeras atau memperkaya diri sendiri.
3. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 – Larangan penyelenggara negara bertindak korupsi, kolusi, dan nepotisme.
4. Kode Etik Polri Pasal 7 ayat (1) – Larangan bagi anggota Polri melakukan perbuatan tercela yang merusak citra institusi.
Publik kini menanti tindakan tegas dari Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri untuk membersihkan Polri dari oknum-oknum yang mencoreng institusi. Kasus ini bukan sekadar pemerasan, tetapi simbol runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
“Ini bukan hanya soal uang atau pangkat, tetapi soal menghancurkan keadilan dan melukai korban serta keluarganya,” ujar seorang aktivis perlindungan anak.
Apakah kasus ini akan ditindak tegas atau terkubur seperti banyak kasus lain? Publik mendesak agar Polri benar-benar mereformasi diri demi memulihkan kepercayaan masyarakat. Semua mata kini tertuju pada langkah penegakan hukum yang akan diambil. (Tim/Red)