Kapolri Terindikasi Backing Mafia Tambang: Kasus Korban Penganiayaan Mafia Tambang Lampung Timur Tak Tersentuh Hukum
Jayantara-News.com, Lampung Timur
Kasus penganiayaan terhadap wartawan Lampung Timur, Sopyanto, yang dilaporkan ke Polda Lampung hampir dua tahun lalu, hingga kini belum menemui kejelasan hukum. Para pelaku pengeroyokan yang diduga terkait dengan aktivitas tambang ilegal pasir silika di Lampung Timur tampak sulit dijerat hukum. Fenomena ini memunculkan dugaan adanya keterlibatan oknum petinggi di Mabes Polri yang menjadi pelindung aktivitas tambang ilegal tersebut.
Wilson Lalengke, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, menanggapi keluhan warga Lampung Timur terkait kasus tersebut. “Kasus yang mandek bertahun-tahun ini menunjukkan adanya hambatan dalam proses hukum. Hambatan seperti ini biasanya disebabkan oleh dua hal: uang setoran atau keterlibatan ‘orang kuat’ di institusi kepolisian. Bahkan, sering kali kedua faktor ini berjalan bersamaan. Jika sebuah kasus tidak bisa ditangani di tingkat Polres atau Polda, kemungkinan besar ada campur tangan dari petinggi di Mabes Polri,” ujar Wilson pada Senin, 27 Januari 2025.
Kilasan Kasus Pengeroyokan
Kasus ini bermula pada 30 April 2023, ketika Sopyanto, akrab disapa Bung Fyan, menjadi korban pengeroyokan yang dilakukan sekelompok penambang pasir ilegal di Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur. Laporan polisi atas kejadian ini dibuat dua hari kemudian, tepatnya 2 Mei 2023, dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) bernomor: LP/B/178/V/2023/SPKT/POLDA LAMPUNG.
Namun, meski lokasi, peristiwa, dan pelaku telah jelas, kasus ini seolah tidak ditangani serius. Polda Lampung bahkan melimpahkan penanganannya ke Polres Lampung Timur dengan alasan bahwa kasus tersebut masih dalam kewenangan Polres. Sayangnya, hingga hampir dua tahun berlalu, kasus ini tetap tidak kunjung selesai.
“Ketidakmampuan Polres menyelesaikan kasus ini menunjukkan lemahnya penegakan hukum di tingkat lokal. Jika Polda saja enggan bertindak tegas, bisa jadi karena ada kekuatan besar di balik para mafia tambang ini,” ujar Wilson.
Desakan Penonaktifan Kapolri
Wilson juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera menonaktifkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menurutnya, hal ini penting untuk memastikan profesionalitas aparat penegak hukum di lapangan. “Kapolri harus membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dengan memerintahkan aparatnya segera menangkap para pelaku pengeroyokan terhadap Sopyanto. Jika tidak, maka dugaan keterlibatannya akan semakin kuat,” tegas Wilson.
Selain itu, Wilson menyoroti keberanian aparat dalam menangani kasus sepele namun tidak berdaya terhadap kasus besar seperti ini. “Ketika saya pernah menangani kasus papan bunga yang melecehkan wartawan, aparat bergerak cepat. Tapi untuk korban pengeroyokan seperti ini, aparat justru diam. Aparat yang seperti ini hanya pantas menangani hal-hal kecil saja,” pungkas Wilson.
Wilson juga meminta pemerintah memastikan bahwa institusi kepolisian tidak lagi menjadi pelindung bagi mafia tambang atau kelompok kriminal lainnya. Hal ini, menurutnya, penting untuk menjaga wibawa hukum dan keadilan di Indonesia. (Tim/Red)