Pecat Menteri-Menteri Tolol! Jangan Biarkan Pemerintahan Jadi Olok-Olok
Jayantara-News.com, Jakarta
Presiden Prabowo Subianto memulai pemerintahannya dengan beban berat di pundaknya. Seharusnya, beban itu bisa lebih ringan jika para pembantunya bekerja profesional, berintegritas, dan berorientasi pada kepentingan rakyat.
Namun, belum genap seumur jagung, kabinetnya sudah dirundung berbagai kontroversi. Dari kasus arogansi hingga pelecehan terhadap masyarakat, para pejabat ini justru mencoreng citra pemerintahan yang seharusnya fokus membangun bangsa.
Lihat saja kasus Agus Miftah yang tersandung ucapan tak pantas, Raffi Ahmad yang menimbulkan kegaduhan dengan patwal mobil RI 37, serta Menristekdikti yang diduga melecehkan martabat bawahannya. Kini, giliran Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Yandri Santosa, yang melakukan blunder dengan meremehkan peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan wartawan.
Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, dengan tegas mengkritik sikap Menteri Yandri yang dianggap merendahkan dua pilar penting dalam demokrasi.
“Menteri Desa itu benar-benar tidak paham posisi LSM dan wartawan dalam sistem demokrasi kita. Mereka lahir dari rahim perjuangan rakyat dan keberadaannya dilindungi konstitusi. Sikap menihilkan mereka adalah tindakan konyol dan berpotensi melanggar hukum,” ujar Wilson, Minggu (2/2/2025).
Menurut alumni PPRA-48 Lemhannas RI ini, penghinaan terhadap wartawan bukan hanya ulah satu menteri saja. Pola pikir diskriminatif yang dipelihara oleh Dewan Pers telah membentuk stigma negatif terhadap wartawan independen, sehingga pejabat dengan mudahnya meremehkan fungsi kontrol mereka.
“Para pejabat terbiasa menyebut wartawan dengan istilah wartawan bodrex, abal-abal, tidak kompeten, hanya untuk melemahkan kontrol sosial terhadap penggunaan anggaran negara. Ini tidak lain adalah upaya menutupi praktik korupsi yang merajalela,” tegas Wilson.
Lebih lanjut, Wilson menekankan bahwa menghambat kerja jurnalistik, dalam bentuk apa pun, adalah pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman pidana 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
“Seorang menteri melanggar hukum dengan terang-terangan, ini aib besar! Presiden Prabowo harus segera bertindak. Tidak ada tempat bagi pejabat yang gagal paham dan melecehkan rakyat,” kecamnya.
Selain mendesak pencopotan Menteri Yandri, Wilson juga menyerukan pembenahan total terhadap lembaga pengampu pers, bahkan jika perlu Dewan Pers dibubarkan.
“Dewan Pers tidak memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa. Justru mereka menjadi penghambat demokrasi yang sehat. Saat ini, di era digital, semua warga negara adalah jurnalis yang dijamin haknya oleh Pasal 28F UUD 1945. Demokrasi harus inklusif, bukan dikekang oleh lembaga yang usang dan tidak relevan,” tandasnya.
Rakyat menanti langkah tegas Presiden Prabowo. Jika para menteri bermasalah dibiarkan berlarut-larut, bukan hanya citra pemerintahan yang hancur, tetapi juga kepercayaan publik terhadap kepemimpinan nasional. (Red)