Ketika Mafia Tanah dan Koruptor Desa Ketahuan, Wartawan dan LSM Jadi Kambing Hitam!
Jayantara-News.com, Jabar
Maraknya kasus Mafia Tanah yang terungkap belakangan ini semakin menyoroti keterlibatan oknum Lurah dan Kepala Desa (Kades) dalam berbagai kejahatan. Sayangnya, alih-alih bertanggung jawab, sebagian dari mereka justru memilih memainkan strategi “playing victim”, seolah-olah mereka adalah korban dari wartawan dan LSM.
Padahal, peran wartawan dan LSM sangat jelas sebagai bagian dari kontrol sosial yang memastikan program pemerintah berjalan sesuai aturan. Mereka berfungsi untuk mengawasi, mengungkap penyimpangan, dan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat. Jika seorang pejabat berada di jalur yang benar, seharusnya ia tidak perlu khawatir terhadap pemberitaan apa pun.
Beberapa kasus yang terbongkar akhir-akhir ini, seperti korupsi dana desa dan keterlibatan aparat desa dalam mafia tanah, justru menjadi bukti bahwa kontrol sosial mulai berjalan dengan baik. Hal ini sejalan dengan amanat dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengatur transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana desa. Selain itu, keterlibatan dalam praktik mafia tanah juga melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 55 KUHP bagi mereka yang turut serta dalam tindak pidana tersebut.
Jika memang ada oknum wartawan atau LSM yang menyalahgunakan perannya, mekanisme hukum telah tersedia. Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 dan mekanisme di Dewan Pers dapat digunakan untuk mengklarifikasi atau melaporkan dugaan penyalahgunaan profesi. Masyarakat pun semakin cerdas dalam menilai mana informasi yang valid dan mana yang sekadar pengalihan isu.
Jangan biarkan permainan “playing victim” menjadi alat untuk menutupi kejahatan! Save NKRI ! Malahayati! (Red)