Dugaan Maladministrasi Sewa Tanah Kas Desa Margaluyu Ciamis: Kades dan Pengusaha Terlibat Konflik Sengit
Jayantara-News.com, Ciamis
Kontroversi seputar perpanjangan sewa Tanah Kas Desa (TKD) Margaluyu, Kecamatan Cikoneng, Ciamis terus memanas. Perselisihan antara Kepala Desa Margaluyu, Herlan, dan Haji Wahyu, pengusaha UMKM Durian Kujang, menarik perhatian publik dan media, terutama terkait dugaan maladministrasi dalam proses sewa-menyewa lahan desa.
Pada Jumat, 7 Februari 2025, diadakan musyawarah di Kantor Desa Margaluyu, dihadiri oleh Babinkamtibmas, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), perwakilan masyarakat, serta awak media. Namun, rapat tersebut belum menghasilkan solusi yang memuaskan bagi kedua belah pihak.
Awal Mula Sengketa
Sewa lahan TKD yang digunakan Haji Wahyu untuk usaha berakhir pada 22 Agustus 2024. Untuk memperpanjang masa sewa selama enam bulan, Haji Wahyu membayar Rp8 juta kepada bendahara desa, tanpa berkomunikasi langsung dengan kepala desa.
Mendengar kabar ini, Kades Margaluyu, Herlan, mengaku terkejut dan menyayangkan tindakan Haji Wahyu yang dianggap tidak beretika karena tidak berkoordinasi langsung dengannya sebagai pemegang kebijakan tertinggi di desa.
“Kenapa Bos Wahyu tidak menghubungi saya dulu? Kalau ada apa-apa, siapa yang bertanggung jawab? Kan kepala desa,” ujar Herlan dengan nada kesal.
Sebagai respons atas kejadian ini, Kades Margaluyu mengeluarkan surat pengosongan lahan, dengan alasan tanah tersebut akan digunakan untuk kepentingan desa.
Tidak terima dengan surat pengosongan tersebut, Haji Wahyu melayangkan surat keberatan. Ia menilai keputusan Kades Margaluyu bersifat sepihak dan tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku.
“Surat ini cacat hukum karena tidak ada pemberitahuan atau musyawarah sebelumnya. Saya tidak ingin memperkeruh masalah, tapi saya tetap akan berjualan sesuai peraturan yang berlaku,” tegasnya.
Haji Wahyu juga menyatakan bahwa jika ada kenaikan sewa, ia siap mengikutinya, namun ia merasa surat pengosongan lahan tersebut lebih mengarah pada tindakan pengusiran secara sepihak.
Aturan Hukum yang Berlaku
Dalam kasus ini, terdapat beberapa regulasi yang perlu diperhatikan:
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa
– Pasal 7 ayat (2): Pemanfaatan tanah kas desa harus melalui perjanjian tertulis dan disepakati bersama.
– Pasal 16 ayat (2): Perpanjangan pemanfaatan aset desa wajib mendapatkan persetujuan kepala desa.
2. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
– Pasal 26 ayat (4): Kepala desa wajib mengelola aset desa dengan transparan, akuntabel, dan partisipatif.
– Pasal 27: Masyarakat berhak mengetahui serta mengawasi pengelolaan aset desa.
3. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50 Tahun 2017
Mengatur bahwa pendapatan dari pemanfaatan aset desa harus masuk ke kas desa dan digunakan untuk kepentingan pembangunan desa.
Potensi Maladministrasi dan Solusi
Jika pembayaran sewa dilakukan tanpa persetujuan resmi kepala desa atau tanpa dokumen yang sah, maka bisa terjadi maladministrasi dalam pengelolaan aset desa. Oleh karena itu, penyelesaian konflik ini harus melalui jalur musyawarah ulang yang melibatkan pihak terkait, termasuk inspektorat daerah untuk memastikan transparansi.
Masalah ini juga bisa berdampak lebih luas jika masuk ke ranah hukum, terutama jika ada dugaan penyalahgunaan wewenang atau pengelolaan dana desa yang tidak sesuai prosedur.
Apakah ini sekedar kesalahpahaman, atau ada dugaan permainan dalam pengelolaan aset desa? Semua pihak perlu bertindak transparan demi kepentingan masyarakat. (BS)