19 Lurah di PIK-2 Kebanjiran Uang Rp 560 Miliar: Korupsi Masif atau Main Mata? KPK Kok Diam?
Jayantara-News.com, Jakarta
Sebanyak 19 lurah di kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2), Provinsi Banten, diduga menerima uang muka dengan total Rp 560 miliar terkait pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Informasi ini disampaikan oleh Gufroni, Ketua Riset dan Advokasi Publik LBH-AP PP Muhammadiyah, dalam sebuah podcast bersama mantan Ketua KPK, Abraham Samad.
Menurut Gufroni, setiap lurah menerima pembayaran di muka sebesar Rp 1.500 per meter persegi tanah yang mereka urus. Jumlah yang diterima masing-masing lurah bervariasi, tergantung pada luas lahan yang mereka kelola, dengan total keseluruhan mencapai Rp 560 miliar. Sebagai contoh, Desa Kohod disebut sebagai proyek percontohan dalam skema ini.
“Lurah-lurah tersebut sudah menerima uang di muka untuk mengurus penerbitan SHM ke BPN. Total nominal untuk 19 kepala desa itu mencapai Rp 560 miliar yang sudah diterima,” ujar Gufroni.
Kabar ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak pihak mempertanyakan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hingga kini belum mengambil tindakan terkait dugaan aliran dana tersebut. Tagar dan pernyataan seperti “Kenapa KPK Diam?” ramai di media sosial, menandakan kekecewaan publik terhadap lambannya respons penegak hukum.
Simak videonya:
19 Lurah di PIK-2 Kebanjiran Uang Rp 560 Miliar
Hingga berita ini diturunkan, KPK belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan penerimaan uang oleh para lurah di PIK-2. Masyarakat berharap KPK segera melakukan investigasi mendalam untuk mengungkap kebenaran dan memastikan tidak ada praktik korupsi dalam proses pengurusan sertifikat tanah tersebut.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara serta peran aktif lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi di Indonesia. (Goes)