Ketika Oligarki Mengendalikan Bangsa: SDA Dijerat Kartel, Tahta Tak Kasat Mata Diperebutkan!
Oleh: Benz Jono Hartono
Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam. Dari tambang emas, batu bara, nikel, hingga perkebunan sawit yang membentang luas, semua menjadi sumber kekayaan luar biasa. Namun, di balik gemerlap potensi itu, ada bayang-bayang kelam: perang antar kartel penguasa sumber daya alam yang tak kasat mata, tetapi nyata mengendalikan arah kebijakan, perekonomian, hingga dinamika politik nasional.
Siapa Kartel Penguasa Sumber Daya Alam?
Kartel dalam konteks ini merujuk pada kelompok oligarki, konglomerat, dan elite politik yang menguasai sektor-sektor strategis sumber daya alam. Mereka membentuk kongsi bisnis untuk memonopoli dan mengatur alokasi keuntungan dari eksploitasi alam Indonesia. Tidak jarang, keterlibatan oknum pejabat negara menjadi bagian dari strategi kartel untuk mengamankan izin, kebijakan, dan perlindungan hukum.
Bentuk Perang Antar Kartel
Perang antar kartel tidak selalu tampak sebagai konflik bersenjata. Bentuknya lebih halus, tetapi dampaknya besar.
1. Perebutan Konsesi dan Izin Tambang
Setiap jengkal tanah yang kaya mineral menjadi incaran. Kartel saling menyikut, melobi elite kekuasaan, bahkan menjatuhkan rival melalui kasus hukum atau manipulasi kebijakan.
2. Perang Media dan Opini Publik
Kartel mengendalikan media untuk membentuk citra positif perusahaan mereka sekaligus merusak reputasi kompetitor. Isu lingkungan kerap dijadikan senjata untuk menghancurkan saingan bisnis.
3. Kriminalisasi dan Penggunaan Aparat
Kartel yang kalah dalam lobi tidak segan menggunakan aparat hukum untuk menjerat rival dengan berbagai tuduhan, mulai dari pencemaran lingkungan, pelanggaran pajak, hingga korupsi.
4. Pembentukan Proxy Politik
Kartel membiayai kandidat kepala daerah hingga pejabat pusat guna memastikan kepentingan bisnis mereka terjaga. Ketika figur yang mereka dukung kalah, konflik kartel pun meledak ke ranah politik.
Dampak bagi Rakyat dan Lingkungan
Perang antar kartel tidak hanya merugikan perekonomian, tetapi juga menciptakan kerusakan lingkungan, konflik sosial di tingkat lokal, serta kriminalisasi masyarakat adat yang mempertahankan tanah leluhurnya. Alih-alih kekayaan alam membawa kesejahteraan, rakyat kecil justru menjadi korban dari pertarungan para raksasa ekonomi ini.
Menekan dominasi kartel dalam penguasaan sumber daya alam di Indonesia bukan perkara mudah. Diperlukan reformasi tata kelola sumber daya alam, penguatan regulasi anti-monopoli, serta kemandirian politik yang bebas dari oligarki. Namun, selama politik berbiaya tinggi masih terjadi, kartel akan terus bercokol dan saling berperang demi menguasai “harta karun” Nusantara. (Buldani)
Penulis adalah Praktisi Media Massa di Jakarta