Proyek Kelurahan Binong Diduga Jadi Ladang Pemerasan: Lurah Dicatut, Uang Raib, Pengusaha Merugi!
Jayantara-News.com, Bandung
Pengadaan barang dan jasa di Kelurahan Binong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, tahun anggaran 2024 diduga diwarnai praktik curang dan pemerasan. Seorang pengusaha berinisial DH mengaku menjadi korban skema yang merugikan baik secara moral maupun material.
Modus Operandi: Pencatutan Nama dan Permainan Harga
DH pertama kali diperkenalkan kepada Erik dan Yana Priyatna, yang disebut-sebut sebagai rekan Lurah Binong, Waliyani Destiawati. Dalam pertemuan itu, Yana menawarkan proyek pengadaan alat elektronik, dengan kehadiran seorang operator kelurahan bernama Siska, seolah memperkuat kesan bahwa proyek ini resmi.
> “Setelah mempertimbangkan aspek teknis dan bisnis, saya menyanggupi tawaran itu. Namun, Yana kemudian mulai meminta uang dengan mengatasnamakan Lurah Binong,” ujar DH.
Pada 27 Juni 2024, DH akhirnya menyerahkan uang sebesar Rp3 juta, meskipun awalnya menolak karena memahami bahwa tindakan tersebut berpotensi masuk dalam kategori gratifikasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Namun, seiring berjalannya waktu, proyek yang dijanjikan berubah menjadi jebakan. Yana mulai mengulur waktu dan menetapkan syarat yang tidak wajar, termasuk memaksa DH membeli barang dari toko tertentu dengan harga jauh lebih tinggi dari harga pasar.
> “Karena tidak masuk akal secara bisnis, saya memilih mundur,” tambahnya.
Janji Tak Ditepati: Lurah Dicatut, Uang Raib, Pengusaha Merugi
Pada Desember 2024, DH mulai menagih kembali uang Rp3 juta yang telah diserahkan. Namun, Yana terus menghindar dengan alasan bahwa uang tersebut telah diberikan kepada Lurah Binong. Hingga Februari 2025, komunikasi semakin buntu, mendorong DH untuk mendatangi langsung Kantor Kelurahan Binong.
Dalam pertemuan itu, Lurah Binong membantah pernah meminta uang melalui Yana, sementara Siska mengaku namanya dicatut tanpa sepengetahuannya.
> “Bahkan, Bu Lurah mengungkap bahwa beberapa hari sebelumnya, ada pihak lain yang juga menjadi korban dengan nilai transfer Rp15 juta,” ungkap DH.
Aspek Hukum: Pemerasan dan Penipuan?
Dugaan pencatutan nama pejabat kelurahan untuk kepentingan pribadi dalam kasus ini berpotensi melanggar beberapa pasal hukum, di antaranya:
1. Pasal 378 KUHP – Penipuan
Ancaman penjara maksimal 4 tahun bagi siapa saja yang menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan untuk membujuk orang lain agar menyerahkan sesuatu.
2. Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 – Gratifikasi
Jika terbukti bahwa pemberian uang berkaitan dengan jabatan atau kewenangan pejabat negara, maka tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai suap.
3. Pasal 12E UU No. 20 Tahun 2001 – Pemerasan oleh Penyelenggara Negara
Jika ada unsur pemaksaan atau ancaman dalam permintaan uang, maka pelaku dapat dijerat dengan hukuman lebih berat.
Transparansi Pengadaan Barang di Pemerintahan Dipertanyakan
Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa di tingkat kelurahan.
> “Praktik seperti ini mencoreng transparansi pemerintahan dan merusak iklim usaha. Jika terus dibiarkan, sistem pengadaan barang di pemerintahan akan menjadi ajang pemerasan dan permainan kotor,” tegas DH.
Jayantara-News.com telah berupaya menghubungi pihak terkait, termasuk Lurah Binong Waliyani Destiawati dan Yana Priyatna.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp pada Selasa (25/2/25), Lurah Binong Waliyani Destiawati menyatakan:
> “Ini harus dipertemukan antara pihak DH dengan Yana Priyatna, supaya jelas di mana permasalahannya.”
Sementara itu, pada hari yang sama, melalui telepon WhatsApp, Yana Priyatna berjanji akan menyelesaikan persoalan ini secara pribadi dengan DH dan meminta waktu tiga hari untuk menyelesaikan kekurangan nominal. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan mengenai penyelesaian masalah tersebut. (Goes)