Mega Korupsi Rp500 Miliar! Proyek Pusat Data Nasional Bobol! Diduga Jadi Bancakan Pejabat Komdigi
Jayantara-News.com, Jakarta
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses hukum terkait dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di kementeriannya.
“Kita serahkan saja ke proses hukum ya, karena itu terkait kasus PDNS. Follow-up-nya kita percayakan kepada aparat penegak hukum,” ujar Nezar saat ditemui di Plaza BP Jamsostek, Jakarta Selatan, Jumat, 14 Maret 2025.
Nezar mengaku tidak mengetahui detail dugaan korupsi tersebut yang terjadi dalam rentang waktu 2020–2024.
“Oh, enggak tahu. Itu kan dari tahun 2020 sampai 2024, nanti lihat saja di pemeriksaannya,” tambahnya.
Kejari Jakarta Pusat Selidiki Skandal Korupsi PDNS
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat kini tengah mendalami dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta pengelolaan PDNS di Kementerian Komunikasi dan Digital.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting, menyebutkan bahwa dugaan korupsi ini telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp500 miliar.
“Kerugian negara terkait dugaan kasus ini kurang lebih Rp500 miliar,” kata Bani, dikutip dari Antara.
Kasus ini mulai terkuak setelah Kepala Kejari Jakarta Pusat menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 pada 13 Maret 2025. Sejumlah jaksa penyidik telah dikerahkan untuk mengusut kasus ini.
Dugaan korupsi ini bermula dari proyek pengadaan PDNS sejak 2020 di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (sebelum berubah menjadi Komdigi). Total anggaran yang digelontorkan untuk proyek ini mencapai Rp958 miliar.
Investigasi Kejari Jakarta Pusat mengungkap adanya pengondisian proyek sejak awal. Pada 2020, seorang pejabat Kominfo bekerja sama dengan perusahaan swasta, PT AL, untuk memenangkan tender senilai Rp60 miliar. Modus serupa kembali dilakukan pada 2021 dengan nilai kontrak lebih dari Rp102 miliar.
Praktik kotor ini berlanjut di tahun-tahun berikutnya:
2022: PT AL kembali mendapatkan kontrak senilai Rp188 miliar setelah syarat tender dimanipulasi.
2023: Proyek komputasi awan diberikan kepada PT AL dengan kontrak Rp350,9 miliar.
2024: PT AL lagi-lagi memenangkan proyek dengan nilai Rp256,5 miliar.
Menurut Kejari, perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak memenuhi standar kepatuhan ISO 22301. Akibatnya, proyek ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berujung pada serangan ransomware pada Juni 2024. Insiden ini mengakibatkan lumpuhnya sejumlah layanan serta tereksposnya data pribadi penduduk Indonesia.
Lebih parahnya, proyek PDNS ini ternyata tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Regulasi tersebut hanya mewajibkan pembangunan Pusat Data Nasional (PDN), bukan PDNS yang justru menjadi proyek bancakan oknum di kementerian.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi aparat penegak hukum: apakah mereka mampu mengungkap dalang di balik skandal ratusan miliar ini, atau justru kasus ini akan berakhir seperti banyak skandal lainnya—menguap tanpa kejelasan? (Goes)