Oknum Polisi Kepergok Ngamar di Kos Saat Ramadan, Lolos dari Sanksi!
Jayantara-News.com, Tuban
Razia rumah kos di Kabupaten Tuban selama bulan suci Ramadan berujung temuan mengejutkan. Petugas gabungan mendapati dua pasangan bukan suami istri tengah berduaan di kamar kos. Salah satunya diduga oknum polisi.
Razia ini dilakukan oleh Satpol PP Tuban, TNI/Polri, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLH-P) Tuban pada Sabtu (15/3/2024) malam, guna menjaga ketertiban umum selama Ramadan.
Dari lima rumah kos yang diperiksa, dua di antaranya didapati menyewakan kamar kepada pasangan yang bukan suami istri. Salah satu pasangan yang terjaring berada di sebuah kos di Jalan WR. Supratman, Kelurahan Sendangharjo, Kecamatan/Kabupaten Tuban.
Diketahui, pria dalam pasangan ini berinisial TM (22), yang mengaku sebagai anggota polisi dan merupakan warga Kecamatan Widang, Tuban. Sedangkan pasangannya, EDP (20), adalah seorang mahasiswi asal Kecamatan Solokuro, Lamongan.
Saat dirazia, TM sempat membantah melakukan tindakan asusila. Namun, setelah mendapat arahan dari petugas, ia akhirnya menerima kenyataan bahwa keberadaannya di kamar kos bersama seorang wanita tetap melanggar norma yang berlaku.
Sementara itu, pasangan kedua ditemukan di sebuah homestay bernama F&Z di Kelurahan Perbon, Kecamatan Tuban. Pria berinisial NAZ (42), warga Kecamatan Jenu, Tuban, kedapatan bersama seorang wanita berinisial MK (23), warga Kecamatan Grabagan, Tuban.
Lolos Begitu Saja!
Meski dua pasangan bukan suami istri ditemukan dalam razia, hanya NAZ dan MK yang diproses lebih lanjut. Sementara itu, TM dan EDP justru dibiarkan pergi tanpa sanksi.
Kanit Patroli Sat Samapta Polres Tuban, IPDA Rudi, menjelaskan bahwa tidak cukup bukti untuk menindak TM dan EDP karena saat dirazia, pintu kamar kos mereka dalam keadaan terbuka.
“Mau menindak tidak cukup bukti,” ujarnya.
Saat ditanya apakah benar TM adalah anggota polisi, Rudi mengaku masih mendalami identitasnya. Sebab, TM hanya mengaku sebagai anggota, namun belum ada kepastian apakah ia benar-benar bertugas di Polres Tuban atau bukan.
Keputusan untuk tidak memproses TM dan EDP menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Mengapa satu pasangan diproses, sementara pasangan lainnya, yang bahkan melibatkan seorang yang mengaku sebagai anggota kepolisian, dibiarkan begitu saja?
Apakah karena statusnya sebagai polisi membuatnya kebal dari sanksi? Ataukah ada standar ganda dalam penegakan aturan di Tuban?
Publik tentu menunggu kejelasan dari pihak berwenang. Jika hukum ditegakkan dengan tebang pilih, bagaimana masyarakat bisa percaya pada keadilan?
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Muhammad Nurkholis