Dilema Polisi Baik: Antara Pengabdian dan Citra yang Tercoreng
Jayantara-News.com, Bandung
Dalam setiap institusi, selalu ada dua sisi: mereka yang bekerja dengan dedikasi, dan mereka yang menyalahgunakan kewenangan. Sayangnya, di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), ulah segelintir oknum yang bertindak di luar hukum telah mencoreng nama baik institusi. Akibatnya, polisi yang benar-benar mengabdi dengan tulus pun harus ikut menanggung beban moral.
Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara. Namun, di negeri ini, kasus-kasus penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian kerap menjadi sorotan publik. Mulai dari tindak kekerasan, suap, hingga keterlibatan dalam jaringan kriminal. Ketika satu kasus terungkap, kepercayaan masyarakat kembali goyah, dan mereka yang benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik pun terkena imbas.
Polisi Baik dalam Bayang-Bayang Stigma
Bayangkan, seorang polisi yang setiap hari berusaha melayani masyarakat dengan sepenuh hati. Mereka bekerja keras menjaga keamanan, menangani berbagai konflik, dan membantu warga dalam situasi sulit. Namun, begitu ada satu kasus polisi yang bertindak di luar hukum, publik cenderung menggeneralisasi dan menghakimi seluruh institusi.
Padahal, banyak polisi yang dengan tulus mengabdi, bahkan mempertaruhkan nyawanya di lapangan. Mereka yang berusaha bekerja profesional justru sering kali mendapat cibiran atau dipandang sebelah mata karena citra buruk yang terlanjur melekat akibat ulah oknum.
Perlu Perubahan dari Dalam dan Dukungan Publik
Lantas, apakah keadaan ini akan terus berlarut-larut? Tidak jika ada perubahan nyata, baik dari dalam institusi Polri maupun dari masyarakat.
1. Reformasi Internal yang Serius
Institusi Polri harus lebih tegas dalam menindak oknum yang mencoreng nama baik. Sanksi berat, transparansi dalam penyelidikan, serta pembaruan sistem pengawasan internal harus menjadi prioritas. Selain itu, promosi dalam kepolisian harus berbasis meritokrasi, bukan sekadar faktor kedekatan atau senioritas.
2. Masyarakat yang Lebih Objektif
Masyarakat juga perlu bijak dalam menyikapi kasus-kasus yang melibatkan oknum polisi. Kritik tetap diperlukan, tetapi jangan sampai menggeneralisasi bahwa semua polisi itu buruk. Polisi baik yang bekerja dengan dedikasi harus tetap mendapatkan apresiasi.
3. Peningkatan Kesejahteraan dan Etos Kerja
Banyak kasus penyimpangan terjadi karena faktor ekonomi dan lemahnya integritas. Oleh karena itu, peningkatan kesejahteraan, pelatihan etika profesi, dan penguatan nilai-nilai integritas dalam kepolisian harus terus digalakkan.
Polisi baik ada dan mereka masih menjadi mayoritas. Namun, tanpa perubahan dari dalam institusi dan dukungan publik yang lebih objektif, stigma buruk akan terus melekat. Saatnya kita membedakan antara oknum dan institusi, serta mendorong reformasi agar Polri semakin profesional dan dipercaya masyarakat. (Goes)