Disnaker Kota Depok Butuh Biaya untuk Pekerja Migran Indonesia ke Jepang
Jayantara-News.com, Depok
Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok kembali akan membuat terobosan baru terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) untuk dipekerjaan ke luar negeri, khusus untuk Kota Depok.
Berikut pernyataan Sidik Mulyono kepada wartawan, di kantornya, Kamis (17/10/2024).
Soal pekerja migran, Sidik mengatakan, ketika tahun 2023 berkunjung ke BP2PMI, ternyata ada sekitar 220 job order yang tidak terisi, seperti di Timur Tengah, Eropa, juga di negara Jepang.
“Tahun 2024 ini, saya mendengar ada spec dari Dubes Jepang untuk Indonesia, bahwa Jepang sedang krisis SDM, sehingga mereka membutuhkan tenaga terampil dari Indonesia. Krisis di Jepang bukan karena tidak punya uang, tetapi minimnya penggerak untuk menggerakan perekonomian,” ucapnya.
“Saya berpikir, ini suatu peluang untuk tenaga pekerja migran Indonesia. Di sisi lain, saat ini kita sudah mendapatkan bonus demografi. Apalagi di tahun 2045 nanti, kita akan menuju Indonesia emas, karena negara kita nanti justru surplus. Sedangkan negara lain diperkirakan akan defisit SDM, bahkan tidak bisa menggerakkan perekonomiannya. Ini suatu peluang bagi kita kedepan,” ujar Sidik.
“Alhamdulillah ada beberapa LPK yang berlisensi SO, dan itu sudah banyak yang bisa akan diberangkatkan. Sekarang ini, bagaimana caranya bisa menyetingnya, supaya calon-calon PMI dari Kota Depok bisa terakomodir, termasuk pembiayaannya. Karena perusahan orang Jepang itu mengharuskan, agar PMI nemiliki bahasa Jepang yang nilainya di atas 4. Juga specialis skil world yang mempuni, tentunya harus mendapatkan pelatihan dahulu. Sebab, untuk pelatihan bahasa dan skill sangat perlu biaya, karena para calo. Pejerja migran akan ditempa pelatihan selama 4 sampai 6 bulan, termasuk pembelajaran bahasa Jepang,” jelas Sidik.
“Kalau kita membebani ke PMI Kota Depok, saya kira mereka tidak ada yang mau, namun saya akan mengupayakan, bagaimana agar bisa ditanggung oleh pemberi kerja. Karena di Jepang itu sendiri butuh satu juta SDM, dan itu bisa saja dari negara Thailand, Banglades, juga dari Indonesia. Apalagi SDM orang Indonesia itu sudah memiliki photopolio yang bagus-bagus,” sebutnya.
Sidik mengatakan, bahwa dirinya pernah bertemu dengan agen atas undangan dari orang Jepang yang menyediakan khusus untuk care driver di Jakarta. “Kemungkinan kalau care driver itu kita bisa ambil dari SMK yang terawat, artinya peluang ini perlu kita tingkatkan terus,” lanjutnya.
Mudah-mudahan, dengan pemerintah yang dipimpin Presiden Prabowo – Gibran, pekerja migran dapat menjadikan terobosan baru. Karena hal ini untuk memberikan peluang pelatihan ke para pekerja migran kita kedepan, akan menjadi lebih besar, karena sudah ada lampu hijau dari sana nya. Mereka juga sudah menyiapkan pembiayaan untuk pelatihan, karena kalau mereka mau investasi itu minimal sampai 20 hingga 30 jutaan.
Sidik pun mejelaskan, bahwa pihaknya sudah menanyakan hal ini ke pihak BP2PMI. Kalau untuk biaya pemberangkatan PMI ada 2 skema, yaitu ditanggung oleh si pemberi kerja, dan ada juga yang bisa dipinjamkan oleh KUR Bank pemerintah. “Cuman, kalau pinjaman dari KUR Bank itu tidak bisa digunakan untuk pelatihan, karena kalau pelatihannya gagal, siapa yang mau menanggungnya. “Untuk itu, pembiayaan pelatihan bagi PMI dibantu oleh pemerintah. Mereka itu ada yang memakai koperasi, yang penting jangan dibebankan ke calon pekerja migran,” tukasnya.
Kalau ada yang menggunakan koperasi untuk PMI, itu boleh saja, asalkan kerja sama dengan pihak pemberi kerja. Walau tidak ada pemotongan, tapi ini kan karena pekerja migrannya punya hutang. “Yah tentu boleh saja, karena perjanjian dibuat oleh kedua belah pihak. Dan saya sebagai Dinas Tenaga Kerja itu hanya sebagai fasilitator. Insya Allah, tahun ini kita sudah mulai dengan 100 untuk magang kerja ke Jepang,” tuturnya.
Syarat untuk menjadi pekerja migran, pertama dia sudah diterima dulu oleh pihak P3MI nya, kemudian calon pekerja migran tinggal menyesuaikan persyaratan teknisnya, seperti ijazah dan sudah pernah mengikuti pelatihan. “Dan setelah pelatihan, belum tentu juga diterima, karena masalah teknis saja. Kalau soal usia, itu fleksibel. Minimal rata – rata di atas 18 tahun sampai 28 tahun, ada juga yang usia 40 tahun,” pungkas Sidik. (Yùn)