Imparsial: RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan Berpotensi Membatasi Hak Rakyat
Jayantara-News.com, Jakarta
Imparsial menyoroti pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI), Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Undang-Undang Kejaksaan. Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menilai RUU tersebut berpotensi mempersempit ruang gerak masyarakat dengan memberikan tambahan kewenangan kepada aparat negara.
“Berbagai RUU ini dimaksudkan hanya untuk menambah atau memperluas kewenangan masing-masing lembaga. Artinya, jika negara diperkuat atau ditambah kewenangannya, maka yang akan terdampak adalah rakyat yang ruang geraknya akan semakin sempit dan dibatasi,” kata Ardi Manto kepada wartawan, Selasa (18/2/2025).
Menurutnya, dalam sistem demokrasi, kewenangan aparat negara seharusnya dibatasi untuk menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan. Ia menekankan bahwa perlu ada pengawasan yang lebih ketat guna memastikan lembaga-lembaga tersebut tetap akuntabel dan transparan dalam menjalankan tugasnya.
“Seharusnya, kewenangan negara atau pemerintah itu dibatasi atau diperketat, serta diperkuat pengawasannya, karena kekuasaan sejatinya cenderung untuk disalahgunakan,” ujarnya.
Kekhawatiran terhadap Potensi Penyalahgunaan Wewenang
Imparsial menilai bahwa perluasan kewenangan dalam RUU ini berpotensi melanggar prinsip demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Beberapa pasal dalam RUU tersebut dinilai dapat memberikan kekuasaan lebih besar kepada aparat, tanpa mekanisme pengawasan yang cukup kuat.
Misalnya, dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, anggota TNI hanya diperbolehkan menduduki jabatan sipil tertentu setelah mengundurkan diri atau pensiun. Namun, revisi RUU TNI berpotensi memperluas peran TNI di ranah sipil, yang bertentangan dengan prinsip supremasi sipil dalam demokrasi.
Sementara itu, dalam revisi UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, ada usulan untuk memperluas kewenangan Polri, termasuk dalam ranah intelijen dan pengamanan siber, yang bisa membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan jika tidak diawasi dengan ketat.
Imparsial juga menyoroti revisi Undang-Undang Kejaksaan, yang berpotensi memperkuat dominasi Kejaksaan dalam sistem peradilan tanpa keseimbangan kontrol yang memadai.
Dorongan untuk Akuntabilitas dan Transparansi
Ardi Manto menegaskan bahwa prinsip checks and balances harus dikedepankan dalam revisi undang-undang ini. Tanpa pengawasan yang kuat, perluasan kewenangan aparat negara dapat mengarah pada penyalahgunaan wewenang yang berpotensi merugikan masyarakat.
“Yang kita butuhkan adalah lembaga yang transparan, akuntabel, dan diawasi secara ketat. Bukan malah diberikan tambahan kewenangan tanpa pengawasan yang memadai,” pungkasnya.
Sebelumnya, kritik serupa juga disampaikan oleh CENTRA Initiative, yang menilai bahwa perubahan dalam RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan tidak memiliki urgensi yang jelas serta dapat mengancam prinsip demokrasi dan supremasi hukum.
Polemik ini masih terus berkembang, dan pembahasan di DPR akan menjadi penentu apakah revisi undang-undang ini akan tetap dilanjutkan atau mengalami perombakan demi menjaga keseimbangan antara kekuasaan negara dan hak-hak masyarakat. (Goes)