Jangan Bersikap Biasa-biasa Saja Terhadap Perubahan Iklim
Oleh : EN_MIL Unsoed
Jayantara-News.com, Purwokerto
Fenomena perubahan iklim mulai menghangat sejak tahun 1975-2000, suhu udara di bumi naik 0,180 per sepuluh tahun, bahkan di abad 20 peningkatan suhu naik hingga 3 kali lipat. Isu perubahan iklim bukanlah sebuah dongeng melainkan sudah benar-benar terjadi di bumi dengan segala bukti nyata di depan mata.
Salju abadi di puncak Jaya Wijaya terus meleleh, perubahan musim yang tidak menentu, perubahan suhu yang ekstrem, di mana suhu udara yang terasa sangat panas dan sangat dingin di situasi yang lain.
Apa sih Gas Rumah Kaca (GRK)?
Bumi kita menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk dihuni karena diselimuti atmosfer. Atmosfer merupakan lapisan pelindung bumi yang mampu menahan radiasi yang dipancarkan langsung oleh sinar matahari, sehingga bumi tidah terlalu panas. Dan atmosfer mampu menahan panas yang masuk ke bumi, sehingga saat malam hari ketika bumi terhalang dari matahari, suhu di bumi tetap hangat. Kondisi inilah yang disebut dengan efek rumah kaca.
Tanpa efek rumah kaca, suhu di bumi berkisar -19 0C hingga 19 0C dibawah suhu air yang membeku. Dengan suhu ini manusia dan semua makhluk hidup lainnya tidak dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang di bumi.
Atmosfer itu sendiri terdiri dari berbagai macam gas, di antaranya nitrogen, oksigen, argon, uap air, helium, hidrogen, Neon, Xenon, Ozon dan unsur lainnya yang disebut gas rumah kaca.
Selain gas-gas tersebut, atmosfer juga mengandung zat-zat organik, amoniak, garam-garaman dan partikel padat tersuspensi. Atmosfer memiliki ketebalan 500 km terdiri dari beberapa lapisan, yaitu troposfer, stratosfer, mesosfer dan termosfer.
Fungsi atmosfer menjadi semacam selimut bagi bumi dengan ketebalan yang pas untuk menahan panas matahari secukupnya, sehingga suhu di bumi menjadi nyaman untuk kehidupan mahluk di dalamnya. Selimut atmosfer ini terdiri dari gas-gas atmosfer yang disebut gas rumah kaca (GRK). Gas ini dinamakan gas rumah kaca, karena berfungsi sebagaimana dinding kaca di rumah kita yang dapat menahan panas.
Kehidupan di bumi sangat tergantung pada cahaya matahari. 70% radiasi cahaya matahari yang dipancarkan mencapai permukaan bumi dan sisanya yang 30% dibelokan oleh atmosfer bagian luar dan disebarkan kembali ke luar angkasa. Dari 70% radiasi matahari yang masuk ke permukaan bumi, diserap oleh daratan dan perairan kemudian dipantulkan kembali ke atas dalam bentuk radiasi infra merah. Panas dari radiasi infra merah ini diserap oleh gas rumah kaca di atmosfer. Gas rumah kaca yang hanya 1% di atmosfer mampu mengatur iklim dengan memerangkap panas radiasi dan menahannya, sehingga seperti selimut hangat yang menyelimuti bumi.
Efek Rumah Kaca
Sumber: Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia Dr. Edvin Aldrin
Gas Rumah Kaca yang terdiri dari Karbon dioksida CO2, Metana CH4, Nitrous Oksida N2O, Hidroflorokarbon-23 CHF3, Sulfur Heksaflorida SF6 dan CF4 yang berada di atmosfer berfungsi sebagai penyerap energi radiasi matahari, dan kemudian melepaskan energi tersebut ke atmosfer. Semakin banyak jumlah GRK di atmosfer maka semakin banyak pula energi radiasi yang terserap di atmosfer.
Pemanasan Global
Pemanasan global adalah kenaikan suhu rata-rata udara di dekat permukaan bumi dan lautan yang terjadi sejak pertengahan abad ke-19 dan diproyeksikan terus berlangsung. Menurut Laporan IPCC tahun 2007, suhu permukaan global meningkat sebesar 0,74 ± 0,32oC selama abad ke-20. Mayoritas kenaikan suhu yang diamati sejak pertengahan abad ke-20 disebabkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) meningkat tajam. Peningkatan tersebut sebagai akibat dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, pengelolaan sampah yang buruk dan pengurangan lahan hutan.
Seperti diketahui, kendaraan bermotor, kapal laut, pesawat terbang, pabrik, pembangkit listrik, perkantoran, dan industrialisasi membutuhkan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, solar dan lain-lain. Sisa dari pembakaran bahan bakar fosil tersebut melepaskan gas CO2 ke atmosfer, sehingga menambah konsentrasi GRK. Ketika konsentrasi GRK di atmosfer bertambah, suhu permukaan bumi cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Fenomena ini disebut sebagai pemanasan global.
Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan perubahan pada komponen iklim, yaitu suhu, curah hujan, kelembaban, penguapan, arah dan kecepatan angin, serta awan. Perubahan iklim merupakan dampak dari peristiwa pemanasan global. Perubahan iklim dapat merupakan suatu perubahan dari kondisi cuaca rata-rata atau perubahan dari distribusi kejadian. Sebagai contoh, kejadian cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi atau malah berkurang frekuensinya, pola musim yang berubah, dan meluasnya daerah rawan kekeringan. Perubahan pada komponen iklim ini menyebabkan perubahan siklus air di muka bumi yang mengarah pada perubahan iklim.
Penumpukan gas rumah kaca (GRK) akan menyebabkan energi radiasi yang terserap mengumpul di atmosfer. energi yang terkumpul tersebut akan tetap bertahan di atmosfer dan kemudian berubah bentuk menjadi jenis energi lainnya. Jika energi tersebut berubah menjadi energi panas atau kalor maka akan terjadi peningkatan suhu bumi dan menyebabkan mencairnya es di daratan. Jika energi tersebut berubah menjadi energi gerak atau kinetis maka akan terjadi angin puting beliung, badai, topan, dan siklon tropis. Jika energi tersebut berubah menjadi energi berat atau potensial maka akan terjadi fenomena turunnya hujan air dan es yang lebih deras.
Dampak Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
Kenaikan suhu permukaan bumi, baik di darat maupun laut menyebabkan naiknya suhu udara di permukaan bumi. Salah satu akibat dari kenaikan suhu muka bumi ditandai dengan mencairnya lapisan es di berbagai wilayah daratan yang akan menyebabkan kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut juga disebabkan karena adanya pemuaian molekul air sebagai akibat dari suhu muka laut yang meningkat. Untuk wilayah pesisir, ancaman kenaikan muka air laut akibat pemanasan global dapat terjadi dengan periode waktu yang sangat lama. Indonesia sebagai negara kepulauan sangat terdampak akibat permukaan air laut yang meningkat.
Pemanasan global yang berdampak langsung kepada masyarakat terjadi di berbagai sektor kegiatan, antara lain pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, kesehatan, dan yang lainnya. Umumnya dampak tersebut menimbulkan kerugian yang cukup signifikan misalnya makin menurunnya hasil produksi pertanian atau pangan termasuk sayur dan buah-buahan (hortikultur) baik kuantitas maupun kualitasnya karena pemanasan global menyebabkan perubahan iklim yang akan mengganggu pola tanam dan siklus pergantian musim. Peningkatan kasus penyakit menular seperti demam berdarah, malaria dan kaki gajah sering terjadi karena pemanasan global menyebabkan peningkatan populasi nyamuk yang membawa penyakit tersebut.
Penyakit lain yang dapat terpengaruh oleh pemanasan global diantaranya gangguan pernafasan, diare, keracunan makanan, gangguan pencernaan, maal nutrisi dan penyakit lainnya. Bagi nelayan pemanasan global yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim akan berdampak pada susahnya membaca tanda-tanda alam (angin, suhu, astronomi, biota, dan arus laut) karena terjadi perubahan dari kebiasaan sehari-hari sehingga nelayan sulit memprediksi daerah, waktu, dan jenis tangkapan.
Pada periode 1990-2005 terjadi kenaikan suhu udara di seluruh dunia sebesar 0,15 – 0,3oC. Secara kuantitatif, kenaikan itu boleh saja dibilang kecil, namun dampak dari fenomena tersebut, dunia dihantui berbagai kecemasan. Jika umat manusia di seluruh dunia tidak menghentikan fenomena kenaikan suhu udara, maka pada tahun 2040 lapisan es baik di Antartika maupun Artik akan habis meleleh. Sekitar 10 tahun kemudian, bila kenaikan suhu udara itu terus saja terjadi, maka penduduk akan menderita krisis air tawar sehingga kelaparan akan meluas ke seluruh penjuru dunia.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki keragaman hayati (biodiversity) terumbu karang yang berlimpah ruah, tentu saja paling menderita terpapar dampak perubahan iklim.
Suhu udara yang hangat akan meningkatkan suhu air laut, sehingga terumbu karang menjadi rusak dan pucat tak berdaya. Jika terumbu karang rusak maka udang, ikan dan aneka biota laut yang selama ini hidup bersimbiosis mutualisme akan ikut menghilang. Berbagai biota laut itu menjauh karena terumbu karang tersebut tak lagi memberi sumber kehidupan (pakan) dan tempat berlindung. Kalau sudah begitu, masyarakat lokal akan sangat terdampak. Mereka tak dapat menangkap ikan dan aneka biota laut lainnya dengan mudah. Bahkan, biaya operasional untuk melaut tidak sebanding dengan hasil tangkapannya. Hal ini diperparah lagi dengan adanya abrasi yang terus mengikis daratan pesisir. Terumbu karang yang rusak memudahkan arus laut menggerus daratan. Apalagi dampak pemanasan global juga diikuti naiknya permukaan air laut sehingga garis pantai semakin maju dan menenggelamkan sebagian daratan.
Upaya Mitigasi Perubahan Iklim
Beberapa upaya praktis yang dapat kita lakukan untuk melakukan mitigasi agar laju perubahan iklim dan pemanasan global dapat dikurangi adalah sebagai berikut:
– Mengkonsumsi barang berdasarkan kebutuhan, bukan menuruti kemauan
– Menanam pohon
– Melestarikan keanekaragaman hayati.
– Hemat air
– Hemat energi (kurangi penggunaan listrik dan BBM)
– Menggunakan pemanas air bertenaga surya.
– Menggunakan sumber energi yang ramah lingkungan
– Memanfaatkan sumber listrik tenaga nonfosil seperti PLTA, biogas, biofuel, biodiesel, geothermal, arus laut, angin, dan surya.
– Beralih menggunakan sumber energi rendah emisi. Contohnya dari kayu bakar atau minyak tanah menjadi gas elpiji.
– Hindari posisi stand by pada alat-alat elektronik (televisi, AC, DVD, tape, radio, dan lain-lain). Karena itu cabut saja kabel yang menghubungkan alat-alat tersebut dengan sumber listriknya.
– Menonaktifkan AC, oven, setrika, dan kompor beberapa menit sebelum waktunya.
-;Menggunakan moda transportasi massal (seperti bis dan kereta api) atau moda transportasi tanpa BBM seperti sepeda. Kalaupun menggunakan kendaraan pribadi, ajaklah penumpang lain yang searah atau memiliki tujuan yang sama dalam satu mobil.
– Menggunakan moda transportasi dengan mesin yang memiliki standar emisi rendah, misalnya berstandar Euro
– Memaksimalkan perawatan jalan dan kendaraan.
– Mengurangi penggunaan kayu bakar untuk memasak
Jangan membakar sampah
Hindari pembakaran hutan dan lahan.
– Memakai produk dengan nilai emisi rendah dalam pembuatannya
– Memakai produk dengan nilai emisi rendah dalam pemakaiannya.
– Menggunakan lampu hemat energi dan memaksimalkan pencahayaan ruangan yang berasal dari alam
– Menggunakan warna terang di tembok, menggunakan genteng kaca di plafon, dan memaksimalkan pencahayaan melalui jendela
– Berbelanjalah di lingkungan sekitar, jangan jauh-jauh agar hemat energi
– Membawa tas belanja yang bisa dipakai ulang
– Melakukan daur ulang dan memakai barang atau alat dengan usia yang lebih panjang
– Mendaur ulang sampah
– Memanfaatkan tanaman sisa pertanian sebagai pakan ternak
– Pembuatan pupuk organik
– Memanfaatkan serasah sisa panen untuk dijadikan pupuk kompos
– Memanfaatkan kotoran ternak untuk pupuk dan biogas
Ayo, kita bisa mulai dengan cara-cara yang sederhana untuk peduli dan mengambil peran dalam upaya menanggulangi perubahan iklim. Perubahan Iklim bukanlah dongeng, jangan lagi bersikap biasa-biasa saja terhadap perubahan iklim yang sudah terjadi di bumi kita yang hanya satu-satunya ini. (Red)