Ketika Rakyat MUAK dengan Gaji Aparat Penegak Hukum (APH) yang Cukup Tinggi, Sementara Kinerjanya BURUK!
Oleh : Agus Chepy Kurniadi
– Pemred Jayantara-News.com
– Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jabar
– Ketua LBHK-Wartawan Jabar
Jayantara-News.com, Jabar
Kinerja aparat penegak hukum (APH) yang dipertanyakan sering muncul, ketika masyarakat merasa adanya ketimpangan terkait ketidakadilan atau ketidakseimbangan dalam penegakan hukum.
Beberapa faktor yang menyebabkan kinerja aparat dipertanyakan meliputi:
1. Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan: Kasus di mana aparat penegak hukum terlibat dalam tindakan korupsi atau penyalahgunaan wewenang, seperti menerima suap atau memperlakukan pihak tertentu secara tidak adil, akan menurunkan kepercayaan publik.
2. Penegakan Hukum yang Tidak Merata: Ada kesan bahwa hukum lebih tegas ditegakkan terhadap masyarakat biasa daripada kalangan elit atau pejabat, yang bisa menimbulkan anggapan bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
3. Ketidakprofesionalan: Beberapa aparat dinilai kurang profesional dalam menjalankan tugasnya, baik dalam hal penyidikan, pengumpulan bukti, maupun penanganan kasus. Kesalahan prosedural seringkali membuat kasus besar gagal di pengadilan.
4. Kriminalisasi Aktivis atau Kritikus Pemerintah: Terkadang, aparat penegak hukum dituding menindak aktivis atau kritikus pemerintah dengan tuduhan yang kontroversial, sehingga menimbulkan kesan, bahwa hukum digunakan untuk membungkam oposisi.
5. Lambannya Penanganan Kasus: Penundaan dalam menangani kasus, baik karena alasan teknis maupun administratif, juga bisa membuat publik merasa frustrasi dan meragukan kinerja aparat.
6. Brutalitas dan Pelanggaran HAM: Dalam beberapa kasus, aparat penegak hukum dikritik karena menggunakan kekerasan berlebihan dalam menangani aksi unjuk rasa atau situasi lainnya, yang dapat dianggap melanggar hak asasi manusia.
Kritik terhadap kinerja aparat penegak hukum ini menuntut adanya reformasi dalam sistem hukum dan transparansi, serta peningkatan integritas aparat agar kepercayaan masyarakat bisa dipulihkan.
– Langkah-langkah yang Mesti Diambil –
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja aparat penegak hukum, diperlukan langkah-langkah konkret dan berkelanjutan.
Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:
1. Peningkatan Transparansi: Proses penegakan hukum harus lebih terbuka dan transparan, termasuk dalam penyelidikan dan proses pengadilan. Masyarakat harus bisa mengakses informasi yang jelas mengenai perkembangan kasus, terutama yang menyangkut kepentingan publik.
2. Penegakan Hukum yang Adil dan Merata: Aparat penegak hukum harus menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Semua warga negara, termasuk pejabat tinggi dan orang-orang berpengaruh, harus diperlakukan sama di depan hukum. Hal ini akan mengurangi kesan, bahwa hukum hanya tajam ke bawah.
3. Pengawasan dan Akuntabilitas: Membentuk badan independen yang dapat mengawasi kinerja aparat penegak hukum. Pengawasan ini harus benar-benar netral dan memiliki wewenang untuk menindak aparat yang terbukti melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang.
4. Peningkatan Profesionalisme: Pelatihan berkala untuk meningkatkan kompetensi dan etika aparat sangat penting. Aparat penegak hukum harus dibekali dengan kemampuan teknis yang lebih baik dalam penanganan kasus, serta ditanamkan nilai-nilai integritas dan etika kerja yang tinggi.
5. Penindakan Tegas terhadap Pelanggaran: Aparat yang terbukti melakukan pelanggaran harus dihukum sesuai hukum yang berlaku. Penegakan hukum terhadap pelanggaran internal di tubuh kepolisian, kejaksaan, atau lembaga peradilan akan menunjukkan, bahwa lembaga tersebut serius dalam memperbaiki diri.
6. Reformasi Sistem Hukum: Perbaikan dalam sistem peradilan dan penegakan hukum secara keseluruhan perlu dilakukan, termasuk perubahan regulasi yang berpotensi memberikan celah bagi korupsi atau penyalahgunaan wewenang.
7. Pelibatan Masyarakat dalam Pengawasan: Memberikan ruang bagi masyarakat sipil dan media untuk turut serta mengawasi kinerja aparat penegak hukum. Kritik dan masukan dari masyarakat harus diakomodasi dengan baik tanpa ada upaya untuk membungkam.
8. Peningkatan Kesejahteraan Aparat: Gaji dan kesejahteraan aparat yang memadai bisa membantu mengurangi potensi penyalahgunaan wewenang, seperti menerima suap atau tindakan korupsi. Hal ini juga menciptakan motivasi untuk bekerja lebih profesional dan berintegritas.
9. Perbaikan Sistem Rekrutmen dan Promosi: Seleksi aparat penegak hukum harus dilakukan secara ketat dan berbasis meritokrasi, bukan karena kedekatan atau nepotisme. Selain itu, promosi jabatan harus berdasarkan kinerja dan integritas, bukan sekadar senioritas.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dapat dipulihkan, serta menciptakan sistem yang lebih adil dan profesional.
– Ketika Rakyat Muak dengan Kinerja APH yang Buruk –
Ketika masyarakat merasa muak dengan gaji aparat penegak hukum (APH) yang dianggap tinggi sementara kinerjanya buruk, ini menunjukkan krisis kepercayaan yang mendalam. Isu ini memunculkan ketidakpuasan publik terhadap penggunaan dana publik yang tidak sebanding dengan hasil kerja yang diharapkan.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa langkah dapat diambil:
1. Evaluasi Kinerja yang Transparan dan Objektif: Pemerintah perlu melakukan evaluasi kinerja APH secara rutin, terbuka, dan objektif. Evaluasi ini bisa melibatkan badan independen atau lembaga pengawas yang memastikan penilaian dilakukan secara adil. Hasil evaluasi juga perlu diumumkan ke publik sebagai bentuk akuntabilitas.
2. Sistem Insentif Berbasis Kinerja: Gaji dan tunjangan APH harus dikaitkan dengan hasil kerja. Dengan sistem insentif berbasis kinerja, aparat yang bekerja baik akan mendapatkan penghargaan, sementara mereka yang kinerjanya buruk bisa dikenakan sanksi atau pengurangan tunjangan. Hal ini bisa memotivasi mereka untuk bekerja lebih profesional.
3. Penindakan terhadap APH yang Tidak Kompeten atau Bermasalah: APH yang terbukti tidak bekerja sesuai standar atau bahkan terlibat dalam pelanggaran hukum, seperti korupsi atau penyalahgunaan wewenang, harus diberhentikan atau dikenakan tindakan hukum. Langkah ini penting untuk menunjukkan bahwa gaji besar harus sepadan dengan tanggung jawab dan kinerja.
4. Penguatan Pengawasan oleh Publik: Masyarakat perlu dilibatkan lebih aktif dalam mengawasi kinerja APH. Media, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga pengawas independen harus diberi ruang lebih besar untuk mengkritisi dan memberikan masukan. Dengan pengawasan ini, publik bisa lebih percaya bahwa kinerja APH sesuai dengan apa yang diharapkan.
5. Transparansi Penggunaan Anggaran: Pemerintah harus lebih transparan dalam menyampaikan anggaran untuk gaji APH dan tunjangan-tunjangan lainnya. Masyarakat perlu mengetahui secara jelas bagaimana anggaran tersebut dialokasikan dan apa yang dihasilkan dari anggaran itu dalam bentuk pelayanan hukum yang lebih baik.
6. Reformasi dalam Sistem Penggajian: Jika ketidakpuasan terus meningkat, perlu dilakukan evaluasi mendalam terhadap struktur penggajian APH. Mungkin diperlukan revisi sistem penggajian yang lebih adil, dengan mempertimbangkan tingkat tanggung jawab, risiko pekerjaan, dan hasil kinerja yang nyata.
Dengan langkah-langkah ini, pemerintah bisa menunjukkan komitmen untuk memastikan bahwa gaji APH tidak hanya sekadar angka, tetapi benar-benar mencerminkan kualitas pelayanan hukum yang diterima masyarakat. Ini juga penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. (Red)