Ketua PPWI Jabar Dukung Wacana Pemberlakuan UU Perampasan Aset, Sebagai Upaya Pemiskinan Pelaku Korupsi di Indonesia
Jayantara-News.com, Jabar
Undang-Undang (UU) Perampasan Aset dan wacana pemiskinan koruptor di Indonesia telah menimbulkan berbagai polemik. UU Perampasan Aset diusulkan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Tujuannya adalah memungkinkan pemerintah menyita aset yang diperoleh secara ilegal, baik melalui tindak pidana korupsi maupun kejahatan lainnya, tanpa menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Proses ini dikenal sebagai non-conviction based asset forfeiture, yang memungkinkan aset disita melalui proses hukum perdata.
Kontroversi UU Perampasan Aset dan Pemiskinan Koruptor
1. Dukungan Publik:
Sebagian besar masyarakat mendukung langkah ini sebagai cara untuk memiskinkan koruptor yang selama ini merugikan negara. Pemiskinan koruptor dianggap efektif sebagai efek jera, dengan menghilangkan hasil kejahatan agar tidak dapat dinikmati lagi.
2. Polemik terkait hak asasi:
Kritik muncul terkait potensi pelanggaran hak asasi manusia. Sistem non-conviction based asset forfeiture memungkinkan penyitaan tanpa putusan pengadilan final, yang menurut sebagian kalangan melanggar prinsip praduga tak bersalah. Mereka khawatir bahwa aturan ini bisa disalahgunakan dan berisiko merugikan pihak yang tidak bersalah.
3. Tantangan Implementasi dan Kepastian Hukum:
Di Indonesia, proses hukum yang panjang dan kompleks sering kali menunda upaya pengembalian aset negara yang hilang. Namun, sejumlah ahli hukum berpendapat, bahwa aturan ini bisa berbenturan dengan aturan peradilan pidana yang mensyaratkan adanya putusan bersalah secara hukum pidana.
4. Dampak terhadap Penegakan Hukum:
Banyak yang berharap, UU Perampasan Aset dapat meningkatkan kinerja lembaga penegak hukum seperti KPK dalam memulihkan kerugian negara. Namun, keberhasilan pelaksanaan ini juga sangat tergantung pada komitmen, transparansi, dan pengawasan lembaga penegak hukum agar tidak menimbulkan ketidakadilan.
Di sisi lain, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jawa Barat, Agus Chepy Kurniadi, mendukung wacana pemberlakuan Undang-Undang Perampasan Aset dalam upaya pemiskinan terhadap pelaku korupsi di Indonesia. Menurut para pendukung, RUU Perampasan Aset dinilai mampu memberi efek jera bagi para koruptor dan berpotensi memperbaiki kondisi ekonomi nasional melalui pemulihan aset negara yang dirugikan akibat korupsi. Saat ini, banyak kerugian negara yang tidak sepenuhnya dapat dipulihkan karena keterbatasan hukum yang mengatur perampasan aset secara efektif.
RUU ini diharapkan bisa memperkuat instrumen hukum yang tersedia dan meningkatkan efektivitas pemulihan aset korupsi, seperti yang disuarakan oleh Kurnia dari ICW. Ia menyebut, bahwa besarnya kerugian negara yang belum dipulihkan, termasuk sekitar Rp 56 triliun pada 2023, menuntut pemerintah dan DPR untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU ini.
Agus Chepy berharap, pembahasan RUU Perampasan Aset untuk pemiskinan koruptor berjalan sesuai hati nurani rakyat Indonesia. “Dukungan ini mencerminkan keinginan masyarakat untuk menindak tegas pelaku korupsi, sehingga prosesnya bisa berjalan transparan dan tepat sasaran,” tandasnya.
Agus katakan, bahwa RUU ini pastinya terus menuai pandangan pro dan kontra. Pihak yang mendukung berpendapat, bahwa undang-undang ini akan memperkuat instrumen hukum untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi secara efektif. Sebaliknya, sebagian pihak merasa perlu adanya kajian lebih mendalam mengenai implementasi teknis dan perlindungan terhadap hak asasi. (Red)