Mantan Napi Narkoba Lolos Jadi Pegawai Honorer di Jabar, Ketua PPWI: Warning Bagi Kadis, Birokrasi Harus Bersih!
Jayantara-News.com, Jabar
Seorang mantan narapidana kasus narkoba di Jawa Barat berhasil lolos menjadi pegawai honorer di salah satu dinas pemerintahan. Kasus ini memunculkan dugaan adanya praktik nepotisme yang memungkinkan proses penerimaan pegawai berlangsung tanpa hambatan. Lebih mengejutkan lagi, keberadaan pegawai honorer tersebut ternyata tidak diketahui oleh pimpinan di dinas terkait.
Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jawa Barat, Agus Chepy Kurniadi, menanggapi tegas temuan ini. “Praktik semacam ini tidak boleh terjadi. Birokrasi harus bersih dari tindakan yang merusak integritas, baik dalam proses rekrutmen maupun pengelolaan sumber daya manusia,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan mekanisme yang memungkinkan seorang mantan napi kasus narkoba lolos tanpa pengawasan ketat. “Ini menjadi tanda tanya besar. Bagaimana mungkin sistem rekrutmen bisa berjalan tanpa verifikasi yang memadai? Apakah ini disengaja atau ada kelemahan sistem?” tegas Agus.
Agus Chepy mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk segera melakukan investigasi menyeluruh. Ia menegaskan, bahwa jika tidak ditangani dengan serius, kasus ini dapat mencoreng integritas birokrasi di Jawa Barat sekaligus menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
PPWI Jawa Barat juga meminta adanya reformasi dalam proses rekrutmen pegawai honorer untuk memastikan sistem yang transparan dan profesional. “Kita butuh mekanisme yang terbuka dan akuntabel untuk menjamin bahwa birokrasi bebas dari unsur nepotisme dan pelanggaran hukum lainnya,” tambahnya.
Agus Chepy merinci beberapa aturan hukum yang relevan dalam kasus ini, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
Pasal 66 Ayat (1): Calon ASN atau pegawai honorer wajib memiliki integritas moral dan bebas dari penyalahgunaan narkoba atau tindakan kriminal.
Sanksi: Pelanggaran rekrutmen dapat berujung pada sanksi administratif hingga pemecatan.
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Pasal 127 Ayat (1): Mantan napi narkotika wajib melalui rehabilitasi sebelum kembali ke aktivitas masyarakat.
Sanksi: Penyalahgunaan kewenangan dalam pengangkatan pegawai dapat dikenai hukuman pidana.
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
Pasal 5 Ayat (1): Penyelenggara negara dilarang melakukan nepotisme.
Sanksi: Pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif, pidana, atau perdata.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Pasal 3 Ayat (4): Pegawai honorer wajib memenuhi persyaratan moral dan integritas.
Sanksi: Pejabat yang melanggar dapat dikenai hukuman disiplin hingga pemberhentian.
5. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Pasal 415 dan Pasal 416: Penyalahgunaan wewenang dapat dikenai pidana hingga 6 tahun penjara.
Agus Chepy kembali menekankan, bahwa tindakan tegas harus diambil untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah. “Jika ada pelanggaran, maka pejabat yang terlibat harus bertanggung jawab. Ini bukan hanya soal integritas birokrasi, tetapi juga tentang kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan yang bersih dan adil,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas, terutama yang berkaitan dengan rekrutmen pegawai honorer di lingkungan pemerintahan. (Red)