Maraknya Galian C di Jabar Tanggung Jawab Siapa & Sanksi Apa Jika Oknum Aparat Terlibat?
Jayantara-News.com, Jabar
Galian C di Jawa Barat memang menjadi masalah yang kompleks dan melibatkan banyak pihak. Istilah Galian C sendiri mencakup kegiatan pertambangan bahan galian non-logam seperti pasir, batu, tanah liat, dan sejenisnya. Dampak dari aktivitas ini biasanya sangat signifikan terhadap lingkungan, seperti kerusakan ekosistem, longsor, dan pencemaran sungai. Selain itu, maraknya Galian C ilegal seringkali menimbulkan masalah sosial, termasuk konflik dengan masyarakat sekitar.
Menyikapi hal tersebut, Agus Chepy Kurniadi, selaku Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jawa Barat menjabarkan terkait sudut pandang tanggung jawab, yang melibatkan beberapa pihak terkait.
Agus Chepy menyebut, pemerintah daerah, dalam hal ini Pemda wilayah setempat memiliki tanggung jawab utama dalam pengawasan dan penegakan hukum terhadap izin tambang. “Namun, seringkali lemahnya pengawasan dan kurangnya sanksi, sehingga membuat aktivitas tambang liar terus marak,” ujarnya.
Selain itu, ucap Agus, Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), juga mempunyai peran tanggung jawab dalam proses perizinan dan pengawasan tambang. “Idealnya, dinas ini memastikan perusahaan tambang menjalankan praktik yang sesuai dengan standar lingkungan,” sebutnya.
“Tak kalah penting, pihak Kepolisian dan Satpol PP selaku penegakan hukum dan penegak Perda, juga mestinya turut memantau terhadap pelanggaran izin tambang. Karena tambang ilegal juga menjadi tanggung jawab Kepolisian dan Satpol PP. Selain, kesinergian antar lembaga juga penting untuk mencegah praktik galian ilegal,” katanya.
Agus Chepy sampaikan, pihak perusahaan juga bertanggung jawab dalam menjalankan praktik tambang yang ramah lingkungan dan mematuhi izin yang telah diberikan. “Keterlibatan dalam praktik tambang berkelanjutan menjadi kunci agar dampak lingkungan dapat ditekan,” tandasnya.
“Jika toh terjadi suatu kerancuan, warga sekitar juga dapat berperan dalam melaporkan aktivitas tambang ilegal yang merugikan lingkungan atau berpotensi merusak tata kelola desa,” tandasnya.
Pengawasan dan tindakan tegas terhadap aktivitas Galian C ilegal merupakan langkah penting, tetapi akan membutuhkan kolaborasi dari semua pihak terkait agar solusi jangka panjang bisa dicapai.
Agus Chepy menyorot, bahwa masih banyaknya oknum aparat yang terlibat dan bermain dalam aktivitas Galian C ilegal. “Hal ini tentunya menjadi masalah serius yang menghambat penegakan hukum dan upaya perlindungan lingkungan,” paparnya.
Ia mengurai, bahwa terdapat beberapa jenis sanksi hukum yang dapat dijatuhkan kepada para pelaku, tergantung pada peran dan pelanggaran yang dilakukan. Berikut adalah rincian sanksi yang mungkin diberikan:
1. Sanksi Pidana:
Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), kegiatan penambangan tanpa izin atau IUP (Izin Usaha Pertambangan) adalah tindak pidana. Para pelaku yang terbukti melakukan penambangan tanpa izin dapat dikenai hukuman penjara hingga 10 tahun serta denda hingga Rp10 miliar.
2. Sanksi Administratif:
Jika perusahaan atau individu memiliki izin tetapi melanggar ketentuan izin, pemerintah dapat memberikan sanksi administratif, seperti pencabutan izin usaha, penghentian sementara kegiatan, atau denda administratif. Sanksi ini bertujuan agar pelaku memperbaiki atau menyesuaikan operasi mereka dengan aturan yang berlaku.
3. Sanksi Lingkungan:
Selain sanksi pidana, pelaku yang terbukti merusak lingkungan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hukuman bisa berupa pemulihan lingkungan, denda, hingga pidana kurungan bagi pelaku yang terbukti bersalah.
4. Sanksi Sosial dan Perdata: Masyarakat yang terdampak akibat aktivitas tambang ilegal bisa melakukan gugatan perdata terhadap perusahaan atau oknum yang melakukan penambangan ilegal. Ini bisa berujung pada ganti rugi atau pemulihan lingkungan yang menjadi tanggung jawab pelaku.
5. Pemberhentian Oknum Aparat: Bila terdapat keterlibatan aparat dalam aktivitas ilegal, sanksi disiplin internal juga dapat diberikan, misalnya pemberhentian, penurunan pangkat, atau tindakan hukum yang lebih tegas sesuai peraturan kepolisian atau pemerintahan setempat.
Penegakan sanksi ini perlu dilakukan secara tegas dan konsisten. Keterlibatan banyak pihak, termasuk masyarakat, dalam pengawasan serta transparansi pemerintah dalam proses hukum dapat memperkecil ruang gerak oknum dan aktivitas tambang ilegal di masa depan. (Red)