Miris! Bukannya Serap Program, Kadis dan Sekdis Beberapa Dinas di Jabar Disinyalir Kejar Keuntungan Pribadi
Jayantara-News.com, Jabar
Di tengah sorotan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan, muncul isu yang memprihatinkan terkait perilaku sejumlah Kepala Dinas (Kadis) dan Sekretaris Dinas (Sekdis). Alih-alih fokus pada penyelenggaraan program yang berdampak langsung pada masyarakat, mereka justru disinyalir lebih mengutamakan kepentingan pribadi dengan mengejar keuntungan materi.
Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jawa Barat, Agus Chepy Kurniadi, menyoroti adanya aduan masyarakat dari beberapa dinas di Jawa Barat, terkait hal tersebut. “Ini menjadi tamparan bagi birokrasi kita. Banyak program penting yang seharusnya menjadi prioritas malah terbengkalai karena diduga perhatian pejabat lebih tertuju pada peluang pengadaan barang dan jasa yang rawan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),” ujar Agus Chepy.
Program Tertunda, Masyarakat Merugi
Menurut penelusuran tim Jayantara-News.com di lapangan, lemahnya pelaksanaan program di berbagai sektor pemerintahan menjadi keluhan masyarakat dan pengamat kebijakan publik. Proyek-proyek infrastruktur sering tidak selesai tepat waktu, sementara program kesejahteraan sosial tak kunjung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Kita butuh pemimpin di tingkat dinas yang benar-benar berpihak kepada rakyat. Kalau mereka hanya memikirkan uang, kapan masyarakat bisa menikmati pembangunan yang merata?” tegas Agus Chepy.
Ia juga menambahkan, bahwa ketidakseriusan para pejabat dalam menjalankan program telah merugikan masyarakat secara langsung. Ketertundaan pembangunan tidak hanya menghambat kemajuan daerah, tetapi juga menambah beban ekonomi masyarakat yang bergantung pada hasil program tersebut.
Transparansi dan Pengawasan Jadi Kunci
Kasus ini menjadi pengingat bagi pemerintah daerah untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan transparansi di setiap jenjang birokrasi. Agus Chepy mendesak Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menaruh perhatian serius terhadap pola-pola penyimpangan ini, khususnya dalam pengelolaan anggaran.
“Perilaku seperti ini mencerminkan lemahnya sistem evaluasi kinerja di lingkungan pemerintahan daerah. Kita perlu menekankan outcome atau dampak program, bukan hanya sekadar output. Jika pejabat hanya mengejar keuntungan pribadi, ini akan menjadi lingkaran setan yang terus merugikan masyarakat,” ujar Agus Chepy.
Seorang pakar tata kelola pemerintahan menambahkan bahwa reformasi birokrasi harus menjadi agenda prioritas, dengan fokus pada transparansi dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program. Selain itu, penerapan sistem reward and punishment yang tegas diharapkan mampu memotivasi pejabat bekerja secara profesional dan berintegritas tinggi.
Masyarakat berharap agar Kadis dan Sekdis tidak lagi menjadi simbol birokrasi yang terkesan hanya memprioritaskan kepentingan pribadi. Mereka seharusnya menjadi pemimpin yang peka terhadap kebutuhan rakyat dan mampu merealisasikan aspirasi melalui program yang nyata dan bermanfaat.
Apakah ini akan menjadi awal kebangkitan birokrasi yang lebih bersih, atau justru semakin menambah daftar panjang kekecewaan masyarakat? Semua tergantung pada tindakan tegas pemerintah dalam memberantas praktik-praktik tidak sehat di lingkungan pemerintahan. (Red)