Oknum Pertanahan Terjerat Kasus Pemalsuan Dokumen, Tanah H. Sukarya Cibiru Hilir Dijadikan Sumber Penipuan
Jayantara-News.com, Bandung
Kasus tanah milik H. Sukarya yang terletak di Blok Wardja Rancageulang, Desa Cipadung, Kecamatan Ujungberung, Kabupaten Bandung, kembali mencuat setelah terungkapnya serangkaian kejanggalan dalam proses pendaftaran dan legalitas dokumen tanah tersebut. Tanah yang pertama kali dibeli pada tahun 1959 ini sebelumnya terlibat dalam proyek besar pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung, namun perjalanan legalitasnya ternyata penuh masalah.
Tanah seluas 8.450 m², yang awalnya dibeli dari Jeje Sutisna pada tahun 1959, kini terjerat dalam kasus hukum yang rumit. Proses pendaftaran tanah ini ditemukan sejumlah ketidaksesuaian, termasuk penggunaan dokumen yang tidak sah dan keterlibatan saksi yang sudah tidak menjabat pada saat itu. Sertifikat yang diterbitkan atas nama Riky Wijaya Yusuf pada tahun 2005 juga tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan, lebih parahnya lagi, tercatat dengan data yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Baca berita terkait : Imbas Manipulasi Data di Birokrasi Kab. Bandung, Hak Ahli Waris H. Sukarya Terancam https://www.jayantara-news.com/imbas-manipulasi-data
H. Sukarya membeli tanah di Blok Wardja Rancageulang pada tahun 1959 dengan Nomor Kohir C 2945, Persil 155A S III, seluas 8.450 m² di Desa Cipadung, Kecamatan Ujungberung, Kabupaten Bandung. Sebelum pemekaran wilayah pada tahun 1987, Desa Cipadung berada di Kecamatan Ujungberung, yang kemudian terpecah menjadi beberapa desa, termasuk Cibiru Wetan dan Cibiru Hilir, yang kini berada di Kecamatan Cileunyi.
Penetapan Lokasi (Penlok)
Berdasarkan Keputusan Gubernur No. 593/Kep.Pemksm/2017 tanggal 7 September 2017, tanah milik H. Sukarya (Kohir C 2945 Persil 155A S III) dimasukkan dalam Penlok untuk proyek pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung. Tanah yang terlibat dalam Penlok ini mencakup 3.750 m² dari total 8.450 m².
Masalah Legalitas dan Pengakuan
Dalam AJB No. 735/Bojongsoang/1997, ditemukan beberapa ketidaksesuaian yang meragukan terkait pendaftaran tanah tersebut. Salah satunya adalah keterlibatan saksi pertama, H. Engkoy Dana Sasmita, yang sudah tidak menjabat sebagai Kepala Desa Tegal Luar pada saat itu.
Akibatnya, tanah milik H. Sukarya yang sah kini terdaftar atas nama orang lain, menyebabkan kerugian signifikan bagi pemiliknya. Pemalsuan surat, penipuan, dan penyalahgunaan dokumen pertanahan menjadi dasar untuk menjerat oknum yang terlibat dalam manipulasi ini.
Kasus ini menjadi peringatan bagi sistem pertanahan Indonesia yang masih rentan terhadap manipulasi dan penyalahgunaan kewenangan. Masyarakat berharap keadilan segera ditegakkan dan para oknum yang terlibat segera mendapatkan sanksi sesuai hukum.
Ketua LBHK-Wartawan Jabar, Agus Chepy Kurniadi, yang mendapat aduan langsung dari pihak ahli waris H. Sukarya, mendesak pihak berwenang untuk menyelesaikan kasus ini dan memastikan tidak ada pihak yang dirugikan dalam urusan pertanahan. Agus menegaskan bahwa jika tidak ada penjelasan yang memadai dari oknum yang terlibat, ia akan membawa perkara ini ke ranah pidana.
Agus Chepy, yang didampingi Sekretaris LBHK-Wartawan Jabar, Adhi Wahyudi, serta advokat Herawanto, SH., MH., dan Sandrik Puji Maulana, SH., MH., menyatakan bahwa oknum-oknum yang terlibat dalam proses pendaftaran tanah ini diduga melakukan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan kewenangan, yang mengarah pada tindak pidana. Tanah yang kini terdaftar atas nama Riky Wijaya Yusuf, meskipun jelas-jelas bukan miliknya, menjadi sumber masalah hukum.
“Jika tidak ada penjelasan yang akurat dan transparan, kami tidak akan ragu untuk membawa kasus ini ke jalur pidana,” tegas Agus Chepy.
Dengan adanya ketidaksesuaian data dan keterlibatan saksi yang sudah tidak menjabat, masalah ini telah memicu permasalahan besar. Jika tidak ada penyelesaian yang memadai, kasus ini akan dilanjutkan ke ranah hukum lebih serius, termasuk dengan mengacu pada pasal-pasal terkait pemalsuan dokumen, penipuan, dan penyalahgunaan dokumen pertanahan. (Red)