Perlu Masyarakat Tahu!: Langkah Apa yang Diambil, Jika Penyidik Terima Laporan Tanpa Dasar Hukum yang Kuat
Oleh : Agus Chepy Kurniadi
Jayantara-News.com, Jabar
Seringkali, terkait penanganan proses hukum, masyarakat awam kadang tidak sepenuhnya memahami kriteria-kriteria yang diperlukan, agar sebuah laporan bisa ditindaklanjuti secara hukum. Di Indonesia, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi agar suatu laporan bisa dianggap sebagai tindak pidana dan diproses lebih lanjut.
Berikut adalah beberapa poin penting terkait hal ini:
1. Kriteria Formal Laporan:
Setiap laporan harus memenuhi syarat formal, seperti identitas pelapor, waktu dan tempat kejadian, serta uraian kejadian. Laporan yang tidak lengkap bisa saja dianggap kurang valid.
2. Kriteria Materiil (Dugaan Tindak Pidana):
Penyidik akan memeriksa apakah laporan tersebut mencakup unsur-unsur yang diduga sebagai tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau hukum lain yang berlaku. Jika laporan tidak memenuhi unsur-unsur ini, maka penyidik dapat menolak atau tidak melanjutkan laporan tersebut.
3. Diskresi Penyidik:
Penyidik seringkali menggunakan diskresi atau kebijakan dalam menerima atau menindaklanjuti laporan. Diskresi ini bisa berdasarkan banyak hal, termasuk prioritas kasus dan bukti yang tersedia. Namun sayangnya, hal ini kadang disalahgunakan dan bisa menyebabkan ketidakadilan.
4. Kurangnya Pemahaman Hukum Masyarakat:
Banyak masyarakat belum memahami secara mendalam perihal kategori tindak pidana atau bagaimana laporan diproses. Akibatnya, masyarakat kadang merasa dikelabui atau kurang puas dengan hasil penanganan laporannya.
Untuk menghindari hal ini, masyarakat perlu lebih banyak mendapatkan edukasi terkait dasar-dasar hukum dan tata cara pelaporan agar tidak ada kesalahpahaman. Mendapatkan bantuan dari penasihat hukum atau pihak yang mengerti hukum juga bisa membantu agar laporan tersusun dengan lebih baik dan sesuai ketentuan yang ada.
Dalam proses hukum pidana, penyidik harus mematuhi ketentuan Pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), yang menyebutkan; bahwa suatu laporan atau pengaduan harus didukung minimal dua alat bukti yang sah untuk diproses lebih lanjut. Alat bukti yang sah ini bisa berupa:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat atau dokumen
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Jika laporan tidak memiliki minimal dua alat bukti, maka penyidik tidak dapat melanjutkan ke tahap penyidikan atau proses hukum lebih lanjut. Prinsip ini melindungi hak warga negara dari tuduhan yang tidak berdasar serta menjaga obyektivitas dan integritas proses hukum.
– Langkah yang Harus Ditempuh –
Jika seorang terlapor merasa bahwa penyidik tetap melanjutkan perkara tanpa adanya cukup bukti atau tanpa memenuhi syarat minimal dua alat bukti yang sah, ada beberapa langkah hukum yang dapat ditempuh:
1. Mengajukan Praperadilan:
Terlapor bisa mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri. Praperadilan adalah mekanisme untuk menguji apakah tindakan penyidik atau penuntut umum sah atau tidak. Melalui praperadilan, pengadilan akan menilai, apakah proses penyidikan dilakukan sesuai prosedur, dan apakah benar ada cukup alat bukti. Jika ditemukan pelanggaran, penyidikan bisa dihentikan.
2. Melaporkan ke Pengawas Internal atau Propam (Profesi dan Pengamanan):
Jika penyidik dianggap bertindak di luar prosedur atau ada indikasi penyalahgunaan wewenang, terlapor bisa melapor ke Divisi Propam Polri atau ke pengawas internal yang relevan untuk melakukan investigasi terhadap tindakan penyidik.
3. Mengadukan ke Ombudsman RI:
Ombudsman dapat menerima laporan atas dugaan maladministrasi, termasuk penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum. Ombudsman akan menyelidiki keluhan ini dan dapat memberikan rekomendasi untuk memperbaiki proses yang berjalan.
4. Mengajukan Pengaduan ke Komnas HAM:
Jika terlapor merasa hak-hak dasarnya dilanggar dalam proses penyidikan, pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bisa menjadi pilihan. Komnas HAM berwenang menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi dalam proses hukum.
5. Menggandeng Kuasa Hukum atau Pengacara:
Menggandeng pengacara akan sangat membantu, karena pengacara memiliki pengetahuan mengenai prosedur hukum dan dapat membantu melakukan upaya-upaya hukum di atas. Pengacara juga dapat menyiapkan pembelaan jika perkara terus berlanjut.

Langkah-langkah ini adalah upaya yang bisa ditempuh untuk memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi (Pemred) Media Online Jayantara-News.com, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Jabar, Ketua LBHK-Wartawan Jabar