Reformasi POLRI: Alihkan Kewenangan, Perkuat Fokus pada Pelayanan Publik!
Jayantara-News.com, Jabar
Pengamat kebijakan publik, Agus Chepy Kurniadi, mengusulkan reformasi menyeluruh terhadap kewenangan Polri. Menurutnya, kepolisian sebaiknya lebih diarahkan pada peran utama sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, dengan fokus pada pengamanan melalui Bhabinkamtibmas serta pelayanan administratif seperti penerbitan SKCK, SIM, dan surat kehilangan.
Agus juga menilai bahwa pengelolaan stabilitas keamanan di wilayah harus dilakukan secara kolaboratif dengan TNI. “Pengondisian wilayah sebaiknya bukan hanya tanggung jawab Polri, tetapi melibatkan unsur TNI agar lebih efektif dalam menjaga ketertiban dan keamanan,” ujarnya.
Alihkan Kewenangan Penyidikan ke Kejaksaan dan KPK
Dalam usulan reformasinya, Agus menekankan perlunya pengalihan kewenangan penyidikan perkara hukum dari Polri ke Kejaksaan, baik di tingkat Kejati maupun Kejari, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk kasus korupsi. Menurutnya, langkah ini akan menciptakan sistem peradilan yang lebih independen dan mengurangi potensi konflik kepentingan dalam penegakan hukum.
Khusus untuk kasus narkotika, Agus mengusulkan agar penanganannya berada sepenuhnya di bawah koordinasi Kejaksaan dan Badan Narkotika Nasional (BNN) tanpa melibatkan unsur kepolisian. “Kejaksaan dan BNN bisa bekerja sama menangani kasus narkotika. Namun, Polri sebaiknya tidak dilibatkan dalam prosesnya,” tegasnya.
Modernisasi Sistem Lalu Lintas: Kurangi Interaksi Langsung dengan Aparat
Agus juga menyoroti pentingnya modernisasi sistem pengamanan lalu lintas untuk mengurangi interaksi langsung antara masyarakat dan aparat kepolisian. Ia menekankan percepatan penerapan tilang elektronik (ETLE) sebagai solusi efektif dalam meningkatkan transparansi dan mengurangi potensi penyalahgunaan kewenangan. “Sistem ini harus terus diperbarui agar Polisi Lalu Lintas tidak lagi terlibat langsung dalam penegakan tilang di lapangan,” tambahnya.
Pihak-Pihak Kunci dalam Reformasi Polri
Reformasi kewenangan Polri ini tidak dapat berjalan tanpa dukungan berbagai pihak terkait. Beberapa institusi yang berperan dalam implementasi perubahan ini meliputi:
1. Presiden dan Pemerintah Pusat
– Presiden Prabowo Subianto sebagai pemegang kendali utama kebijakan reformasi.
– Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebagai koordinator utama lintas-lembaga.
– Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam aspek regulasi dan perlindungan HAM.
2. DPR RI (Komisi III DPR RI)
Berperan dalam merancang dan membahas revisi undang-undang terkait perubahan kewenangan Polri.
3. Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
Sebagai institusi yang terdampak langsung, Polri harus menyesuaikan peran dan fungsinya sesuai dengan kebijakan reformasi.
4. Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri (Kejagung, Kejati, Kejari)
Jika kewenangan penyidikan perkara dialihkan, kejaksaan harus memastikan kesiapan dalam menjalankan tugas barunya.
5. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Memastikan bahwa kasus-kasus korupsi tetap ditangani secara independen tanpa intervensi kepolisian.
6. Badan Narkotika Nasional (BNN)
Jika diberikan peran lebih besar dalam menangani kasus narkotika, BNN harus diperkuat secara kelembagaan dan regulasi.
7. TNI (Tentara Nasional Indonesia)
Jika pengondisian wilayah melibatkan TNI, perlu ada batasan yang jelas agar tidak bertentangan dengan peran Polri dalam keamanan domestik.
8. Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA)
Memastikan konstitusionalitas kebijakan reformasi melalui uji materi atau penyesuaian regulasi.
9. Lembaga Pengawas dan Advokasi
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman RI, dan LSM hukum berperan dalam memastikan reformasi berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan HAM.
Sinergi dan Dukungan Publik sebagai Kunci Reformasi
Kesuksesan reformasi Polri bergantung pada sinergi antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta dukungan dari masyarakat sipil. Tanpa koordinasi yang baik, perubahan ini berisiko menghadapi hambatan politik dan institusional. Oleh karena itu, diskusi dan kajian lebih lanjut diperlukan agar reformasi ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar terealisasi demi sistem keamanan dan hukum yang lebih baik. (Red)