Skandal Besar Cirebon: Proyek Fiktif dan Dana Nasabah Dijarah, Kerugian Negara Miliaran Rupiah
Jayantara-News.com, Cirebon
Kasus korupsi di Cirebon terus menjadi perhatian publik. Dua kasus besar yang sedang bergulir mengungkap bagaimana penyelewengan anggaran publik telah mencederai kepercayaan masyarakat. Berikut adalah perkembangan detail kedua kasus tersebut:
1. Proyek Alun-Alun Pataraksa: Manipulasi Anggaran Konstruksi
Proyek revitalisasi Alun-alun Pataraksa yang dimulai pada 2023 menjadi sorotan akibat dugaan manipulasi anggaran dan penyimpangan pelaksanaan konstruksi. Tiga terdakwa utama, yaitu Dadan Darmansyah, Eko Lesmana Soetikno Putra, dan Agus Muklis, didakwa melakukan:
– Manipulasi dokumen pengadaan.
– Penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi standar.
– Penyelesaian proyek yang dipaksakan meski pengerjaan belum rampung.
Kerugian Negara diperkirakan mencapai Rp1,2 miliar, sebagaimana dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh UU No. 20 Tahun 2001, yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara.
Proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung masih berlangsung. Jaksa penuntut umum telah menghadirkan bukti kuat berupa dokumen kontrak proyek, hasil audit teknis, dan laporan saksi ahli.
2. Penyelewengan Dana Nasabah Perumda BPR Bank Cirebon
Mantan pegawai Perumda BPR Bank Cirebon, berinisial AS, diduga menggelapkan dana dari sekitar 300 nasabah. Modus operandi yang digunakan adalah:
– Pemalsuan dokumen pencatatan tabungan.
– Penarikan tunai yang tidak tercatat dalam sistem resmi bank.
Kerugian nasabah mencapai Rp3 miliar, dengan mayoritas korban berasal dari kalangan masyarakat kecil.
Landasan Hukum:
Pelaku disangkakan melanggar:
– Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan.
– Pasal 49 ayat (1) huruf a UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang mengatur larangan penyalahgunaan keuangan oleh pihak internal bank.
Penyidikan masih berlangsung oleh kepolisian dan Kejaksaan Negeri Cirebon. Penelusuran aliran dana sedang dilakukan untuk mengidentifikasi pelaku lain yang mungkin terlibat.
Dua kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan dalam pengelolaan anggaran dan dana publik di Cirebon. Selain merugikan keuangan negara dan masyarakat, kasus ini menciptakan krisis kepercayaan terhadap lembaga pemerintahan dan keuangan lokal.
Pemerintah daerah diimbau untuk memperkuat sistem transparansi anggaran melalui penerapan teknologi informasi yang lebih baik.
– Peningkatan kapasitas pengawasan oleh Inspektorat Daerah.
– Edukasi kepada masyarakat untuk melaporkan setiap kejanggalan dalam pengelolaan dana publik.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak untuk menjaga integritas dan akuntabilitas demi mencegah korupsi yang semakin meluas. (Cahyo/Red)